CONTRACTING-OUT

Bagaimana cara untuk menghindari penambahan input modal baru? Bagaimana cara meningkatkan efisiensi penyediaan pelayanan kesehatan oleh pemerintah? Salah satu cara adalah menciptakan quasi market yang disebut dengan contracting-out penyediaan pelayanan kesehatan kepada pihak swasta atau NGO (non governmental organisation) yang memiliki input modal yang ’menganggur’ atau belum mencapai kapasitas pemakaian maksimum (Murti, dkk., 2006).

Contracting out adalah suatu mekanisme pembelian yang digunakan untuk mendapatkan pelayanan tertentu, dengan kuantitas dan kualitas tertentu, dan harga yang disepakati, dari suatu penyedia pelayanan tertentu, selama suatu periode waktu tertentu (Harding dan Preker dalam Murti, dkk., 2006).

Dengan menggunakan paradigma pasar terkelola (managed market), secara teoretis mengontrakkan pelayanan publik kepada penyedia swasta atau pribadi membawa kepada efisiensi yang lebih baik daripada dilakukan sendiri oleh pemerintah. Sebab contracting memisahkan dengan jelas peran sebagai pembayar atau pembeli dan peran sebagai penyedia pelayanan, serta mengaitkan pembayaran dengan kinerja penyedia pelayanan (Murti, 2006).


Gambar 1. Contracting Pelayanan
(Sumber : Murti, Bhisma. 2006. “Contracting Out Pelayanan Kesehatan: Sebuah Alternatif Solusi Keterbatasan Kapasitas Sektor Publik”. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. Volume 09/Nomor 03/September/2006)


Mengontrakkan pelayanan kesehatan merupakan hal lumrah di negara-negara maju, misalnya AS, Finlandia, Kanada, Belanda, dan Inggris. Sebagai contoh, sejak 1948 National Health Service (NHS) di Inggris telah melakukan negosiasi, merumuskan dan membuat perjanjian kontrak dengan General Practitioners (GP) sebagai kontraktor independen, untuk memberikan pelayanan kesehatan primer. Demikian pula pendekatan kontrak pelayanan kesehatan merupakan model yang lumrah dilakukan dalam sistem managed care di AS (Murti, 2006).

Dalam 15 tahun terakhir, contracting pelayanan kesehatan mulai dilakukan di sejumlah negara berpendapatan menengah maupun rendah. Sebagai contoh, Senegal dan Madagascar mengontrak NGO untuk memberikan program pelayanan gizi komunitas dalam skala besar di daerah sangat miskin perkotaan maupun pedesaan yang tidak mendapatkan pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta.

Kedua proyek bertujuan memperbaiki keadilan akses pelayanan, dengan fokus pemberian pelayanan untuk populasi rawan, seperti anak-anak, wanita hamil, dan wanita menyusui. Contracting out di Senegal dan Madagaskar berhasil menurunkan malnutrisi dan memanfaatkan keterlibatan masyarakat. Kedua proyek membuktikan bahwa pelayanan gizi preventif dapat dikontrakkan kepada tenaga kerja nonspesialis (Murti, 2006).

Pengalaman yang sama juga terjadi di bebarapa negara. Di Asia Tenggara, pada tahun 1999 Departemen Kesehatan di Kamboja melakukan contracting out dan contracting in dengan NGO dan perusahaan swasta nirlaba untuk memberikan paket pelayanan kesehatan esensial di 12 rumah sakit distrik, menggunakan desain eksperimen random. Di Amerika Tengah, pemerintah El Salvador dan Guatemala melakukan eksperimen, menandatangani kontrak dengan NGO dan organisasi swasta sukarela (Private Voluntary Organizaion, PVO) untuk penyediaan pelayanan kesehatan primer di daerah dengan cakupan pelayanan kesehatan formal rendah.

Di Republik Dominika, tahun 1999 tiga buah direktorat kesehatan provinsi mengontrak NGO untuk mendistribusikan alat kontrasepsi, melakukan program kampanye pendidikan keluarga berencana, dan melatih petugas kesehatan dalam kesehatan reproduksi (Murti, 2006).

Sumber : Murti, Bhisma. 2006. “Contracting Out Pelayanan Kesehatan: Sebuah Alternatif Solusi Keterbatasan Kapasitas Sektor Publik”. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. Volume 09/Nomor 03/September/2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar