Jalan PDBK #7: Kerja Keras?


Dalam banyak kesempatan kalakarya dan atau dialog dengan daerah, pada saat sesi paparan hasil survey Riskesdas yang menunjukkan output kinerja yang jauh dari harapan, seringkali terlontar sanggahan defensif dengan kemarahan luar biasa;

“Kami telah bekerja keras pak...”
“Kami ini sudah terlalu sering lembur pak...”
“Kami sudah kejar sasaran sampai ke rumahnya pak...”
“Bapak ini bicara seolah kami ini tidak berkerja...”
“Sudah semua cara kami lakukan pak! Kami sudah maksimal...”
“Bapak enak cuman ngomong doang, kami ini yang di lapangan sudah bekerja sangat keras!”
“Bapak ini tidak tahu situasi lapangan, hanya bicara angka-angka saja...”

Begitu banyak yang terlontar, begitu banyak yang terucap, dan hampir semuanya tersampaikan dengan emosi yang tersulut, meski kadang disampaikan dengan nada lirih yang tertahan.
Meski sebenarnya pengennya misuh-misuh*... (*mengumpat,red)

“Apakah mereka tidak bekerja keras?”
Heiii! Mereka bekerja keras!
Sangat keras bahkan...
Pekerja kesehatan banyak kali merupakan pekerja keras. Tak jarang mereka benar telah melakukan banyak hal melebihi gaji yang mereka terima.

Kemarahan yang ditunjukkan dengan kalimat defensif massif benar-benar mewakili pernyataan bahwa mereka telah bekerja keras, bahwa mereka telah bersama-sama melakukan banyak hal untuk kesehatan di wilayahnya, untuk masyarakat yang diampunya.

Saya ulang pertanyaannya,
Apakah mereka telah bekerja keras?”
Dan berdasarkan amatan lapangan, tidak bisa kita pungkiri mereka memang benar telah bekerja keras! Sangat keras!!!
Mereka, yang tergabung dalam wadah Dinas Kesehatan telah bekerja bersama-sama dengan sangat, untuk berusaha membangun kesehatan yang lebih baik di wilayahnya.
Dan lalu apa yang kurang?
Kerja sama!
Yup, kerja sama!
Mereka telah bekerja keras bersama-sama, tapi seringkali belum bekerja sama.

Maksud???
Dalam sebuah kerja sama, yang dibutuhkan bukan hanya kerja keras, tapi ada koordinasi di dalamnya, ada dialog di antara para pelakunya.

Dialog???
Yaa... dialog! Yang seringkali kita bawa dan dengungkan dimana-mana.
Dialog bukan hanya sekedar media koordinasi. Dialog juga merupakan media saling memahami dengan visi bersama. Dialog adalah media melebur struktur internal menjadi sebuah struktur kolektif. Dialog merupakan sebuah therapi wicara, yang kadang kita terlupa, bahwa banyak para rekan kita di lapangan butuh didengar keluhannya, kadang bukan untuk dicarikan sebuah solusi, kadang mereka benar-benar hanya ingin didengar, mereka sudah memiliki solusi ampuh atas masalah di lapangan itu. Bukankah justru mereka yang paling tahu masalah yang mereka hadapi?

Bekerja sama!
Dan bukan hanya bekerja keras bersama-sama...

Piye jal?

SYSTEMS THINKING; MANAGING CHAOS and COMPLEXITY by Jamshid Gharajedaghi

by Jamshid Gharajedaghi

Bagian 1; Prinsip-prinsip Sistem (The Nature of the Beast)

Ada lima prinsip sistem yang berinteraksi membentuk keseluruhan dan kelima prinsip ini merupakan ciri inti sistem sosial yang bersifat multinalar (multiminded). Kelima prinsip itu adalah: keterbukaan (openness), kemanfaatan (purposefulness), elemen kebaruan (emergent properties), dan wawasan yang berlawanan dengan intuisi (counterintuitiveness).

Keterbukaan (Openness)
Perilaku living system hanya bisa dipahami dalam konteks interaksinya dengan lingkungan dimana dia berada. Sesungguhnya apapun hanya bisa dipahami dalam konteks hubungan relasional seperti ini. Misalnya, kajian-kajian serius tentang hakekat manusia, seperti kebebasan, nafsu kekuasaan, kerinduan akan kebahagiaan, tidak akan bisa dipahami dengan baik bila dipelajari secara terpisah dan terlepas dari konteks sosial-budayanya. Segala sesuatu tergantung dan terkait dengan sesuatu yang lain.

Akan tetapi sekalipun segala sesuatu tergantung pada yang lainnya, sesuatu itu tidaklah berada diluar pemahaman kita. Secara umum segala sesuatu itu bisa dikelompokkan menjadi dua kategori: elemen-elemen yang bisa dikontrol dan elemen-elemen yang tidak bisa dikontrol. Dari kedua kategori ini kita mendapatkan definisi operasional tentang konsep sistem, lingkungan (medium), dan batas (boundary) sistem. Jadi, sistem terdiri dari seperangkat variabel interaktif yang bisa “dikontrol” oleh para pelaku yang terlibat. Medium terdiri dari variabel-variabel, yang sekalipun mempengaruhi perilaku/ kinerja sistem, tidak bisa dikontrol olehnya. Boundary (batas) sistem adalah konstruksi subyektif yang dibuat/ dedifinisikan berdasarkan kepentingan, kemampuan dan atau otoritas pelaku yang terlibat.

Variabel-variabel lingkungan yang tidak bisa dikontrol tidak berarti kita tidak bisa berbuat apa-apa terhadapnya. Terhadap variabel-variabel ini ada variabel-variabel yang kita bisa pengaruhi, dimana kita bisa membuat pengaruh tertentu terhadapnya. Dengan kata lain variabel-variabel yang bisa dipengaruhi tersebut berada dalam ranah pengaruh kita (the sphere of influence). Apabila mengontrol berarti suatu tindakan dianggap perlu dan memadai (necessary and sufficient) sebagai syarat untuk menghasilkan tujuan yang diinginkan, maka dalam mempengaruhi, peristiwa (event) tidak bisa terjadi hanya dengan tindakan kita saja. Kita disini hanya berfungsi sebagai co-producer. Kategori variabel-variabel yang bisa dipengaruhi, berbeda dengan yang berada diluar pengaruh kita, membentuk ruang interaksi yang disebut lingkungan transaksi (transactional environment). Ranah ini penting difahami agar kita memiliki pemahaman yang baik akan perilaku sistem sosial. Yang ada dalam ranah ini adalah stakeholders penting dari sebuah sistem sosial: pelanggan, pemasok, pemilik, para bos, dan juga ironisnya adalah para anggota sistem sosial itu sendiri.

Dengan gambaran diatas perlahan-perlahan kita menyadari bahwa tidak banyak variable yang bisa kita kontrol, yang berada dalam the sphere of control kita. Misalnya, individu dalam sistem sosial kita, seperti juga seorang anak dalam sebuah keluarga, tidaklah sepenuhnya berada dalam kontrol kita, karena sesuatu hanya bisa terjadi bila dilakukan bersama. Dalam konteks ini kita hanyalah berfungsi sebagai co-producer. Individu adalah living sistem tersendiri dimana individu lainnya berfungsi sebagai lingkungannnya. Oleh karenanya orang lain bagi seseorang adalah potensial berada dalam ranah pengaruh dari orang tersebut. Implikasinya adalah anggota dalam sebuah institusi hanyalah berada dalam the sphere of influence dari para pengatur manajemen. mengelola sistem berarti mengelola lingkungan transaksionalnya, yaitu megelola ke atas. Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi variabel yang berada diluar kontrol kita.

Kemanfaatan (Purposefulness)
Untuk mempengaruhi individu di dalam lingkungan transaksional kita kita harus mengerti kenapa mereka melakukan apa yang mereka lakukan. Konsep memahami (understanding) berbeda dengan informasi dan pengetahuan. Informasi berhubungan dengan pertanyaan apa; pengetahuan dengan pertanyaan bagaimana; memahami dengan pertanyaan kenapa. Memiliki informasi tentang stakeholders saja tidaklah cukup. Untuk mempertahankan posisi kompetitif, kita harus memiliki pengetahuan, untuk mengetahui apa yang mereka lakukan. Untuk menjadi pemain yang efektif, kita harus memiliki pemahaman, untuk mempelajari kenapa mereka melakukan apa yang mereka lakukan.

Pertanyaan kenapa berhubungan dengan tujuan, dengan pilihan. Pilihan adalah hasil dari interaksi antara tiga dimensi: rasional, emosional, dan kultural. Pilihan rasional adalah wilayah minat/kepentingan pribadi (self-interest), atau kepentingan para pengambil keputusan. Pilihan rasional tidaklah selalu bijaksana. Ia hanya merefleksikan kepentingan para pengambil keputusan. Sementara itu, kebijaksanaan (wisdom) berkaitan dengan etika dan cara melihat konsekuensi-konsekuensi perbuatan dalam konteks kebersamaan (collectivity). Sebagai ilustrasi, ada sebuah cerita tentang proyek KB Ford Foundation di India. Russ Ackoff ketika berkunjung ke India bertemu dengan beberapa orang Amerika yang mencoba mengajarkan KB kepada orang-orang setempat. Mereka kelihatan frustrasi karena programnya tidak berhasil seperti yang mereka harapkan. Mereka mengatakan “ orang-orang India tidak rasional. Mereka mengetahui jumlah penduduk adalah musuh mereka nomor satu, dan disini kita mengajarkan mereka KB dan membagikan alat-alat kontrasepsi yang mereka butuhkan dan sebuah radio transistor sebagai hadiah. Tapi lihat apa yang terjadi. Mereka pulang, menyetel radio dan dengan musik yang mereka dengar mereka membuat anak.” Ackoff menjawab mereka bahwa perilaku mereka tidak bisa dikatakan tidak rasional, tetapi harus mencari penjelasan kenapa mereka berprilaku demikian. Ackoff kemudian membuka kliping koran New York Time dimana didalamnya ada berita tentang seorang wanita Brazil yang baru melahirkan anaknya yang ke 42. Terhadap berita ini, kepala proyek program KB tersebut berkomentar “kalau ini tidak bisa dikatakan tidak rasional, saya tidak tahu lagi apa yang bisa dikatakan tidak rasional itu.”

Russ kemudian berkomentar: “bila seorang perempuan bisa memiliki 42 anak, kenapa orang-orang India rata-rata memiliki 4,6 anak? Ini artinya mereka mengetahui bagaimana mengontrol kelahiran, tetapi tidak mau melakukannya. Mungkin anda sedang memecahkan problem yang salah.” Belakangan kita mengetahui bahwa ketika itu tidak ada jaminan sosial, tidak ada uang pensiun, dan tidak ada santunan bagi mereka yang tidak bekerja. Oleh karenanya memiliki 3 anak laki-laki secara otomatis bisa dianggap semacam sistem tabungan pensiun. Prioritas bagi pasangan suami istri adalah berfikir tentangan keamanan masa pensiunnya. Secara statistik memiliki 3 anak laki-laki berarti rata-rata kelahiran adalah 4,6. Maka tidaklah mengherankan bahwa mereka yang memiliki 3 anak laki-laki biasanya berhenti menginginkan anak lagi. Sekarang siapakah yang tidak rasional: orang India yang mendapatkan radio gratis ketika mengikuti ceramah KB? Atau orang-orang Ford Foundation yang mengira bisa membuat para pasangan usia subur untuk melepaskan keamanan masa pensiunnya dengan cara memberikan mereka sebuah radio transistor?

Pilihan emosional berada dalam ranah kegembiraan dan kegairahan. Kita melakukan banyak hal karena menarik dan menggairahkan, karena menantang. Bila anda mengalahkan saya sepuluh kali berturut-turut dalam permainan tennis, anda pasti tidak akan mau melawan saya di waktu yang akan datang. Anda akan mencari pemain lain yang memberikan tantangan lebih serius—yang ironisnya, orang yang justru memiliki peluang untuk mengalahkan anda. Bila kegairahan dalam menerima tantangan yang sesuai dengan kemampuan kita bukan merupan bagian dari kriteria kita dalam mengambil suatu keputusan, maka tentu hidup ini akan mejadi sangat membosankan. Dengan kata lain, membuat dan berusaha mencapai tujuan-tujuan yang bisa diinginkan adalah bagian alami dari eksistensi kita. Berbeda dengan pilihan rasional yang merefleksikan nilai-nilai instrumental dan ekstrinsik, dimensi emosional berhubungan dengan nilai-nilai intrinsik. Ia berkaitan dengan kegembiraan dan kepuasan yang berasal dari dalam dan untuk emosi itu sendiri. Pilihan rasional cenderung menghindari resiko, sedangkan pilihan emosional tidak. Resiko adalah ciri penting dan melekat dalam setiap keputusan emosional yang penuh tantangan dan kegairahan.

Kultur berkaitan dengan norma-norma etika kehidupan kolektif, dan nilai-nilai etika adalah elemen yang berpengaruh dalam proses pengambilan sebuah keputusan. Sistem sosial adalah sistem yang digerakkan oleh nilai-nilai; dengan kata lain tujuan dari sistem adalah untuk berjuang mencapai dan mempertahankan nilai-nilai. Karena nilai-nilai itu ada secara implisit dalam kultur, seseorang sering tidak menyadari bahwa ia sebenarnya memiliki pilihan-pilihan lain. Nilai-nilai default yang tidak kita sadari yang tertanam dalam ingatan kolektif kita seolah olah kita anggap sebagai realitas, dan akan tetap dianggap sebagai realitas kecuali kita bisa dengan penuh kesadaran mengadakan pengujian-pengujian.

Inti kemanfaatan (purposefulness) bisa dilihat dari perbedaan jenis-jenis perilaku sistem. Ackoff membagi jenis perilaku menjadi tiga: reaksi, respons, dan aksi. Reaksi adalah perilaku sistem yang disebabkan semata-mata oleh lingkungan. Jadi reaksi adalah suatu peristiwa yang secara deterministik disebabkan oleh peristiwa (event) yang lain. Respon adalah suatu peristiwa yang tidak sepenuhnya ditentukan oleh event yang lain. Kehadiran peristiwa yang lain itu penting, tetapi tidak cukup untuk melahirkan suatu peristiwa. Jadi respon adalah suatu kejadian dimana sistem bertindak sebagai co-producer; bertindak sebagai coproducer yang lain adalah peristiwa lain dalam lingkungan. Aksi adalah perilaku sistem dimana perubahan yang terjadi di lingkungan tidak harus dan tidak cukup sebagai pemicu. Jadi aksi adalah peristiwa yang ditentukan sendiri oleh sistem sehingga tindakan yang muncul bersifat otonom.

Perilaku sistem yang bersifat reaktif, responsif dan aktif berhubungan dengan ciri-ciri sistem yang bersifat mengatur diri sendiri (self-maintaning), mencari tujuan (goal seeking), dan bermanfaat (purposeful). A state-maintaning system adalah sistem yang karena struktur internalnya mampu memberikan reaksi terhadap perubahan-perubahan ekternal untuk menjaga stabilitas sistem terhadap kondisi lingkungan yang berbeda-beda. Contoh dari sistem seperti ini adalah sistem pemanas ruangan, dimana sebuah alat kontrol internal akan menghidupkan sistem ketika temperatur ruangan berada dibawah level yang diinginkan, dan akan mati bila temperaturnya berada diatas batas yang diinginkan. A goal-seeking system adalah living system yang mampu merespon dengan cara yang berbeda terhadap kejadian-kejadian yang berbeda didalam lingkungan yang sama atau berbeda sehingga menghasilkan keadaan-keadan tertentu. Keadaan-keadaan tertentu (state) inilah yang menjadi tujuan sistem. Sistem jenis ini hanya memiliki pilihan-pilihan yang berhubungan dengan cara/alat (means), tidak berhubungan dengan tujuan-tujuan. Respon bersifat manasuka (voluntary), sedangkan reaksi bersifat otomatis, tidak bersifat mana suka.  Misalnya binatang bisa mendapatkan makanannya dengan cara yang berbeda pada lingkungan yang sama atau berbeda-beda.

A purposeful system adalah sistem yang mampu mencapai tidak saja hasil-hasil yang sama dengan cara yang berbeda dalam lingkungan yang sama, tapi juga hasil-hasil yang berbeda baik di lingkungan yang sama maupun yang berbeda. Sistem jenis ini bisa merubah tujuan-tujuannya dalam kondisi-kondisi yang tidak berubah. Kemampuan merubah tujuan-tujuan dalam kondisi yang konstan ini terkait dengan konsep kehendak bebas (free will) atau kebebasan (freedom), seperti kemampuan yang dimiliki manusia. Pilihan mengandaikan adanya kemampuan, kemampuan untuk berbuat (the power-to-do). Kebebasan tanpa kemampuan hanyalah dalil yang hampa. Sistem manusia tidak saja memiliki kemampuan untuk belajar, beradaptasi, tetapi juga memiliki kemampuan untuk berkreasi. Jadi purposeful system memiliki ketiga jenis perilaku diatas.

Multidimensionality
Multidimensionalitas mungkin salah satu diantara prinsip systems thinking yang sangat penting, karena berkaitan dengan kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan secara komplementer pada kecenderungan-kecenderungan yang berlawanan, dan dengan kemampuan untuk menciptakan keseluruhan dengan bagian-bagian yang tak mungkin (feasible). Selama ini biasanya kecendrungan-kecendrungan yang berlawanan didekati dengan kerangka zero-sum game, yang sering berakibat semakin memperkuat keyakinan bahwa segala sesuatu terdiri dari pasangan-pasangan yang berlawanan. Dalam konteks zero-sum game, kecendrungan-kecendrungan yang berbeda diformulasikan melalui dua cara yang berbeda.

Pertama, kecendrungan yang bertentangan dilihat sebagai dua entitas yang secara ekslusif berbeda. Konflik seperti ini sering diekspresikan secara dikotomis, seperti X atau bukan X. Bila X benar, maka bukan X pastilah salah. Hubungan keduanya bersifat atau, yaitu suatu perjuangan yang bersifat kalah atau menang dengan keharusan moral untuk menang, dan peluang untuk kalah, yang bila kalah biasanya dianggap salah, harus diminimalkan atau dihilangkan. Kedua, kecendrungan yang berlawanan diformulasikan sedemikian rupa seolah olah keduannya berada dalam suatu kontinuum. Antara warna hitam dan warna putih terdapat ribuan warna bayangan abu-abu. Ini berkaitan dengan solusi kompromi atau resolusi konflik. Kompromi adalah titik frustrasi, suatu perjuangan menerima dan memberi.. Tergantung tingkat ketegangan yang terjadi, permainan bisa mereda untuk sementara. Titik kompromi terdiri dari adonan yang tidak  stabil, yang biasanya terdiri dari dua unsur yang ekstrim. Ketika struktur kekuasaan berubah, maka ketika itu posisi kompromi juga bisa berubah.

Perjuangan terus menerus antara kelompok yang melihat keharusan-keharusan (necessities) yang berbeda ketika berhubungan dengan realitas sosial---urgensi disektor produksi lawan urgensi disektor distribusi; keinginan untuk membela hak-hak korban lawan hak-hak tertuduh; kebutuhan untuk menjaga lingkungan lawan hak-hak individual untuk mencari penghidupan----adalah manisfestasi dari kebutuhan mendesak untuk mengembangkan kerangka konseptual yang baru. Kelihatannya abad kita adalah abad penuh paradox.. Seperti yang disinyalir oleh Boulding, terdapat sekelompok orang yang takut akan kebebasan, karena dengan kebebasan akan muncul anarki; sementara kelompok lainnya takut akan keadilan karena mereka khawatir akan muncul tirani. Perhatikan misalnya hubungan antara nilai keamanan (security) dan kebebasan (freedom). Seseorang tidak akan bisa merasa bebas bila tidak ada rasa keamanan; sebaliknya ia tidak akan merasa aman bila ia tidak merasakan adanya kebebasan. Mungkin kebebasan, keadilan, dan keamanan adalah tiga aspek dari hal yang sama, dan tidak bisa dipisah dan dipilih satu persatu.

Jadi diperlukan kerangka wawasan baru yang bersifat komplementer, yang mampu mengisi atau memilih keseluruhannya. Prinsip multidimensionalitas mengharuskan bahwa tendensi-tendensi yang berlawanan tidak saja harus hadir berdampingan (co-exist) dan berinteraksi, tetapi juga membentuk hubungan yang bersifat komplementer. Hubungan komplementer tidak diikat secara berpasangan, karena lebih dari dua variabel bisa membentuk hubungan yang komplementer. Kesalingketergantungan terhadap tendensi-tendensi yang berlawanan bercirikan bentuk hubungan dan, bukan atau. Ini berarti bahwa setiap kecendrungan direpresentasikan pada dimensi yang berbeda, sehingga menghasilkan skema multidimensional dimana didalamnya hubungan low/low dan high/high, disamping low/high dan high/low terdapat kemungkinan yang kuat. Formulasi ini ternasuk non-zero-sum, dimana kehilangan disatu sisi tidak harus berarti kemenangan di sisi lain. Sebaliknya, kedua kecendrungan yang berlawanan dapat naik atau turun turun secara simultan.

Dengan menggunakan representasi multidimensional, kita dapat melihat bagaimana kecenderungan-kecenderungan yang yang tadinya dilihat secara dikotomis dapat berinteraksi dan diintergasikan ke dalam kerangka konseptual yang baru. Dengan menambahkan dimensi-dimensi baru dimungkinkan ditemukan kerangka baru dimana seperangkat kecendrungan yang berbeda dapat diinterpretasikan berada dalam satu kesatuan dengan logikanya tersendiri.

Dalam logika klasik, kontradiksi terjadi relatif pada domain tertentu. Dengan menambah satu dimensi kita memperluas domain yang ada dan merubah kontradiksi menjadi komplementaritas. Mari kita perhatikan konsep topologi. Asalkan kita menyadari asumsi-asumsi dan keterbatasannya, topologi bisa memperlihatkan bagaimana perilaku sistem yang multidimensional bisa menunjukkan perbedaan yang signifikan tergantung dari dimensi yang mana yang diberikan penekanan. Misalnya, interaksi yang menunjukkan kepedulian yang tinggi terhadap aspek perubahan dan kepedulian yang tinggi terhadap stabilitas memperlihatkan gambaran perilaku yang berbeda dengan interaksi yang menunjukkan kepedulian yang tinggi pada aspek perubahan, tetapi kepedulian yang rendah terhadap stabilitas, atau sebaliknya kepedulian yang tinggi pada stabilitas, tapi kepedulian yang rendah pada aspek perubahan..

Kepedulian yang high/high menunjukkan perilaku sistem yang matang, dimana sistem itu mempertahankan stabilitas dalam perubahan. Interaksi yang berkaitan dengan low/high menunjukkan perilaku yang radikal yang selalu mencari perubahan dengan resiko apapun. Perilaku yang muncul bisa reaksioner atau progresif tergantung pada arah perubahan yang diinginkan. Sebaliknya intraksi high/low memperlihatkan keadaan yang konservatif, untuk mempertahankan status quo, dan oleh karenannya memiliki kecenderungan pada regulasi dan kompromi. Tetapi hubungan low/low bersifat anarki, dimana kepedulian terhadap perubahan dan stabilitas sama-sama rendah. Oleh karenanya, dengan kombinasi kepedulian yang berbeda, perilaku sistem yang akan muncul akan berbeda.

Pluralitas fungsi, struktur, dan proses
Sejalan dengan prinsip multidimensionalitas adalah konsep pluralitas. Pada pluralitas fungsi, struktur dan proses adalah inti dari teori pembangunan sistem. Ia berhubungan dengan bagaimana interaksi yang high/high menjadi suatu kemungkinan. Pluralitas berarti bahwa sebuah sistem memiliki berbagai struktur, berbagai fungsi, dan diatur dalam berbagai proses. Ini antitesis dari pandangan klasik bahwa sistem memiliki satu struktur, satu fungsi, dan berada dalam satu bentuk hubungan sebab-akibat yang tunggal.

Pluralitas Fungsi. Sistem dapat memiliki fungsi yang beragam, baik yang dinyatakan secara eksplisit maupun tidak. Misalnya, mobil disamping berfungsi sebagaialat alat transportasi, ia secara implisit bisa berfungsi sebagai alat identifikasi diri (status). Bagi banyak orang mobil bisa mengisyaratkan gaya hidup pemiliknya dan bisa memiliki nilai kesombongan (snob) tertentu. Perusahaan bagi para wirausahawan adalah sebuah tantangan untuk menciptakan sistem yang menang dalam bersaing; bagi para profesional, perusahaan bisa berfungsi sebagai ajang perebutan kekuasaan. Jadi organisasi memiliki fungsi yang beragam, yang bisa berfungsi utuk menghasilkan dan mendistribusikan kekayaan, kekuasaan, dan tantangan. Para aktor di perusahaan, tergantung mindset mereka atau peran yang diberikan, sering hanya melihat hanya satu dari fungsi-fungsi ini yang bersifat utama dan penting. Inilah sebuah kesalahan yang kira-kira sama dengan dokter yang berhasil melakukan operasi, tetapi pasiennya meninggal dunia.

Pluralitas Struktur. Struktur berkaitan dengan komponen dan hubungan-hubungan antar komponen. Pluralitas dalam struktur artinya komponen dan hubungan-hubungan antar komponen bersifat beragam. Manusia, misalnya, memiliki hubungan-hubungan yang beragam antar satu dengan yang lainnya sehingga membentuk tipe struktur interaksi tertentu (sistem sosial). Interaksi antar para aktor yang memiliki tujuan-tujuan dalam sebuah kelompok bisa terdiri dari berbagai bentuk. Para pelaku bisa berinteraksi dalam bentuk kerja dengan kelompok tertentu, kompetisi dengn kelompok lainnya, dan konflik dengan kelompok yang lainnya lagi, yang semuanya ini bisa terjadi dalam waktu yang bersamaan.  Juga para angota sistem sosial belajar dan dewasa dalam perkembangan waktu, dan oleh karenannya mereka semakin beragam. Akibatnya terdapat jaringan interaksi dari anggota yang beragam dengan berbagai tipe hubungan yang terus menerus berlangsung.

Pluralitas Proses. Prinsip kausalitas klasik menyatakan bahwa kondisi awal yang serupa menghasilkan hasil yang serupa, dan sebaliknya, hasil-hasil yang tidak sama disebabkan oleh perbedaan pada kondisi awal.Oleh karenya, pada struktur tertentu perilaku sistem dapat sepenuhnya diprediksi dan keadaan masa datang tergantung pada kondisi-kondisi awal dan hukum-hukum yang mengatur transformasinya (determinisme).
Bertalanffy, ketika menganalisa unsur-unsur self-regulasi dari sistem biologi, memperkenalkan konsep equifinality. Keadaan akhir bisa dicapai melalui berbagai rute perkembangan. Buckley menawarkan konsep yang lebih radikal, yaitu multifinality: kondisi-kondisi awal yang sama bisa menghasilkan hasil akhir yang tidak sama. Jadi proseslah, bukan kondisi awal, yang mempengaruhi keadaan-keadaan dimasa mendatang. Konsekuensinya, fenomena sosial harus dilihat sebagai hasil akhir dari seperangkat proses-proses interaktif antar komponen.

Elemen Kebaruan (Emergent properties)
Saya memiliki perasaan cinta, tetapi tidak ada dari bagian-bagian tubuh saya yang bisa mencintai. Cinta tidak menampakkan dirinya dalam salah satu dari panca indra kita. Ia tidak memiliki warna, aroma, atau suara. Ia tidak bisa disentuh atau dicicipi. Fenomena cinta tidak sesuai dengan diskripsi klasik, yaitu sebagai properti. Fenomena sejenis, selain cinta, antara lain: kebahagiaan, keberhasilan, kegagalan dll. Fenomena seperti ini disebut emergent properties. Emergent properties adalah elemen kebaruan yang muncul dari totalitas sistem, yang tidak bisa dikaitkan dengan fungsi dari komponen-komponen sistem tertentu. Ia adalah hasil dari interaksi semua komponen sistem, dan penyebab munculnya tidak bisa lagi dilacak ke bagian-bagian tertentu dari sistem. Emergent properties tidak bisa diukur; yang bisa diukur hanyalah perwujudannya. Emergent properties juga tidak bisa dianalisa, dan tidak bisa di”manipulasi” dengan alat-alat analisa tertentu. Ia juga tidak tekait dengan penjelasan-penjelasan kausalitas. Perhatikan misalnya fenomena hidup (life); fenomena hidup tidak bisa dianalisa dengan mengidentifikasi suatu penyebab tertentu. Mencoba memahami fenomena emergent properties dengan menggunakan pendekatan analitik pasti akan mengalami kegagalan.

Seperti telah disingung di atas, emergent properties adalah produk dari interaksi antar komponen. Konsep interaksi mengandung makna suatu proses dinamis yang melahirkan keadaan yang tergantung pada waktu. Dengan kata lain, emergent properties adalah fenomena yang diproduksi terus menerus online dan in real time. Oleh karenannya cinta, kebahagiaan, kegagalan dll. bukanlah proposisi sekali jadi dan terus menerus menjadi; ia harus terus menerus diproduksi ulang karena emergent properties selalu muncul, melekat dan bersama proses-proses interaksi antar komponen, dan akan hilang bila proses interaksi itu berhenti. Ia bukanlah entitas yang terpisah-pisah dan bisa disimpan dan dimunculkan ketika dibutuhkan. Itulah sebabnya fenomena kebahagiaan, cinta dan lain lain bisa datang dan pergi tergantung kualitas interaksi yang memungkinkan emergent properties itu muncul.

Jadi bila emergent properties adalah hasil spontan dari proses-proses yang sedang berlangsung, maka untuk memahaminya kita harus memahami proses-proses interaktif yang melahirkannya. Kematian adalah fenomena alamiah; tetapi tetap bertahan hidup adalah suatu fenomena yang menakjubkan. Untuk bertahan hidup dibutuhkan interaksi terus menerus dari ratusan bahkan ribuan proses didalam tubuh kita yang tidak boleh berhenti barang sesaat untuk istirahat. Mereka yang mencoba menerangkan fenomena kehidupan sebagai suatu kebetulan tertentu tidak mengerti apa yang sedang ia bicarakan.

Bila keberhasilan adalah emergent properties, maka haruslah berkaitan dengan pengelolaan interaksi, bukan pengelolaan aksi. Team yang terdiri dari para bintang (all-star team) tidaklah selalu menjadi team yang terbaik. Apa yang menjadi ciri sebuah team yang baik bukan saja kualitas dari para pemainnya, tetapi terutama kualitas interaksi antar para pemainnya. Kesesuaian antara anngota dan adanya interaksi imbal-balik yang saling menguatkan akan melahirkan semacam resonansi, sebuah kekuatan yang melebihi totalitas kekuatan masing-masing anggota.

Telah disinggung di atas bahwa emergent properties tidak bisa diukur secara langsung. Ia harus diukur melalui manifestasi-manifestasinya. Akan tetapi mengukur manifestasi seperti ini sering problematis. Misalnya, bila kita mengukur frekuensi menelpon sebagai ukuran apakah seseorang itu sedang dalam jatuh cinta (emergent properties), maka kegiatan menelpon itu bisa dibuat-buat. Kita bisa dengan mudah menelpon berkali-kali tanpa harus berarti bahwa kita betul-betul dalam keadaan jatuh cinta. Hal yang sama juga terjadi dengan organisasi. Salah satu perwujudan dari keberhasilan orgasisasi/perusahaan adalah pertumbuhan /perkembangan. Bila perusahaan berhasil sangat boleh jadi ia akan tumbuh/berkembang. Tetapi bila perusahaan berkembang tidaklah secara otomatis berarti ia berhasil. Perusahaan bisa berkembang dengan dibuat-buat, atau dengan akuisisi-akuisisi tertentu yang tidak masuk akal. Dua ekor ayam tidak bisa menjadi satu ekor burung elang. Itulah sebenarnya yang terjadi pada banyak perusahaan yang nampak sedang berkembang, yang sebenarnya sedang merusak dirinya.

Counterintuitiveness
Dinamika sosial dicirikan dengan perilaku yang bertentangan dengan intuisi dan daya nalar (common sense). Kompleksitasnya berada diluar jangkauan analisa dengan metode ilmiah konvensional. Konterintuisi berarti tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk mendapatkan hasil-hasil yang diinginkan bisa berakibat sebaliknya. Sesuatu bisa menjadi bertambah buruk sebelum terjadi perbaikan. Untuk melihat hakekat counterintuitiveness kita harus mengerti konsekuensi-konsekuensi praktis dari pernyataan-pernyataan berikut:

q  Sebab dan akibat bisa memisah, baik dilihat dari perspektif waktu maupun tempat.  Suatu kejadian yang terjadi pada waktu dan tempat tertentu sering memiliki efek tunda, yang memberikan dampak tertentu di waktu yang berbeda dan ditempat yang berbeda.
q  Sebab dan akibat bisa saling mengganti, yang memperlihatkan hubungan-hubungan yang bersifat saling berpaut (sirkuler).
q  Suatu kejadian bisa melahirkan efek ganda. Sewaktu-waktu hal-hal yang dianggap penting atau urutan kepentingan (order of importance) bisa berubah-ubah.
q  Seperangkat variabel yang awalnya memainkan peranan penting dalam melahirkan efek tertentu bisa dirubah dengan seperangkat variabel yang lain di waktu yang berbeda. Menghilangkan penyebab awal tidak selalu berarti berhasil merubah efek yang diinginkan.

Memperluas sistem kesejahteraan (welfare system) untuk mengurangi jumlah keluarga miskin dalam masyarakat bisa, secara counterintuitive, justru bisa semakin menambah keluarga miskin. Meningkatkan kesejahteraan biasanya memerlukan penambahan sumber-sumber, yang akhirnya berarti perlu menaikkan pajak. Kenaikan pajak bisa mendorong para investor dan orang-orang kaya untuk pindah keluar, yang berakibat berkurangnya pendapatan yang diharapkan. Lebih lagi, semakin menarik sistem kesejahteraan yang diberikan, maka akan semakin membuat lebih banyak keluarga miskin tertarik datang ke wilayah itu. Sistem kesejahteraan yang baru juga bisa memberi pesan salah kepada para penerima, yaitu bisa diartikan mengurangi insentif untuk bekerja, karena tanpa bekerja mereka sudah mendapatkan santunan, dan ini berarti akan berarti semakin menambah beban pengangguran terhadap sistem yang sudah berlebih-beban (overloaded). Menaikkan biaya, ditambah dengan pengurangan pendapatan, menjadi resep bagi sebuah bencana.

Untuk melihat bagaimana sebuah event/tindakan bisa melahirkan efek ganda/banyak, bisa kita lihat kasus kebiasaan merokok. Untuk jangka pendek merokok bisa mengurangi stres yang dialami, dan oleh karenannya bagus untuk jantung. Merokok juga bisa mempertahankan berat badan, yang berdampak baik juga untuk kesehatan jantung. Tetapi untuk jangka panjang merokok memperkuat arteries dan merusak paru-paru, yang pada akhirnya akan merusak jantung.

Dimuka telah dikatakan bahwa multifinality menolak prinsip kausalitas klasik, dan mengatakan bahwa proses, bersama dengan kepastian, kebetulan, dan pilihan, bertanggung jawab mempengaruhi terjadinya keadaan masa datang. Artinya, untuk memahami konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang dari suatu perbuatan, dalam keseluruhan, diperlukan model dinamis untuk mempetakan hakekat sistem yang non-linear dan multi-loop. Model ini harus mampu menangkap interaksi yang relevan dari variabel-variabel penentu serta waktu yang diperlukan dalam proses tersebut. Pendekatan ini berbeda dengan pendekatan konvensional dimana kesalahan dalam membuat korelasi-korelasi sederhana mengakibatkan timbulnya misinformasi yang muncul terus menerus.

Sifat ke-tidak-intuitif-an dari sistem sosial bisa lebih jauh kita lihat dari pengamatan berikut:
q  Sistem sosial memiliki kecenderungan perulangan dan mereproduksi penyelesaian yang bukan penyelesaian (nonsolutions) secara berulang-ulang. Sistem cendrung konservatif dan menolak perubahan. Perasaan nyaman akan hal-hal yang biasa kita lakukan, ditambah dengan ketakutan akan hal-hal yang belum kita kenal, membentuk kekuatan yang membuat kita semakin sulit untuk melakukan perubahan. Bisa jadi orang merasa tertarik pada ide baru dan ingin membantu merealisasikannya dengan sepenuh hati. Tetapi ketika ide tersebut mendekati penerapan, muncullah keraguan dan rasa tidak aman. Para pendukung ide tanpa sadar menghambat usaha perubahan yang dilakukan. Para atasan merasa terancam akan kehilangan sesuatu. Akhirnya para penggagas ide merasa kesepian karena menyadari bahwa mereka sedang bergerak sendirian.
q  Perbedaan tingkatan bisa melahirkan perbedaan jenis. Prinsip yang umumnya diterima dalam sistem dinamik adalah perubahan-perubahan kuantitatif, setelah melampaui titik kritis tertentu, akan memberikan dampak pada perubahan-perubahan kualitatif. Akibatnya perubahan pada tingkatan (degree) tertentu akan melahirkan perubahan pada jenis (kind) tertentu. Ketika keadaan sebuah sistem tergantung pada seperangkat variabel tertentu, perubahan kuantitatif pada satu variabel melampaui titik tertentu akan melahirkan perubahan fase ( a change of phase) dalam sistem tersebut. Perubahan jenis ini adalah perubahan kualitatif, karena memperlihatkan seperangkat hubungan-hubungan baru yang menyeluruh dari semua variabel yang terlibat. Misalnya, gaya hidup saya (keadaan sistem/state of system) sangat tergantung pada penghasilan saya. Bila misalnya penghasilan saya tiba-tiba berubah dari $1,000 sebulan menjadi $100,000, maka pasti akan merubah dan mempengaruhi pola hidup saya; perubahan yang dihasilkannya akan bersifat kualitatif. Tingkat penghasilan yang bisa merubah pola hidup secara kualitatif akan berbeda dari satu orang ke orang lain; tetapi yang penting adalah terdapat tingkat/level tertentu yang disebut “inflection point”dimana perubahan kualitatif akan terjadi.
q  Penyesuaian secara pasif terhadap lingkungan yang sedang rusak adalah jalan menuju kehancuran. Katak bila tiba-tiba dilempar kedalam air yang sedang mendidih akan berontak dan berusaha meloncat keluar. Tetapi bila anda menaruh katak yang sama di dalam air hangat yang kemudian secara perlahan-lahan anda panaskan sehingga mendidih, katak itu tidak akan meronta dan menyerahkan diri menuju kematian. Hal yang sama biasa terjadi pada sistem sosial. Kemampuan untuk beradaptasi secara gradual terhadap lingkungan yang berubah bisa menjadi bencana bila adaptasi itu dilakukan terhadap lingkungan yang rusak. Sesungguhnya kematian perlahan-lahan lebih sering terjadi dibandingkan dengan kematian tiba-tiba. Adaptasi pasip terhadap lingkungan yang rusak akan kehilangan kekuatan dan kemampuan untuk berbuat, ketika akhirnya menyadari problem yang sesungguhnya sedang terjadi. Saat itu segala sesuatu telah terlambat, dan kematian telah menunggu.

#Jaring Kehidupan by Fritjof Capra

by Fritjof Capra, California, Dublin, 9 September 1997

Fritjof Capra, Ph.D., ilmuwan dan ahli teori sistem, adalah direktur pendiri Pusat Ekoliterasi di Berkeley, California. Ia pengarang 3 buku bestsellers internasional, The Tao of Physics, The Turning Point, and Uncommon Wisdom. Buku barunya, The Web of Life, diterbitkan pada bulan Oktober 1996.


Pendahuluan

Pada bulan Februari 1943, ilmuwan Austria Erwin Schrodinger, salah seorang pencetus teori kuantum, menyampaikan serangkaian kuliah pada Trinity College di Dublin dengan judul “Apakah kehidupan itu?” Kuliah tersebut telah mengubah arah perjalanan ilmu pengetahuan tentang kehidupan (life sciences).  Pada kuliah ini, dan pada buku berikutnya dengan judul yang sama, Schrodinger mengajukan hipotesis yang jelas dan mengesankan tentang struktur molekuler gen, yang mendorong para ahli biologi untuk memikirkan ilmu genetika dengan cara baru, dan dengan demikian terbukalah bidang ilmu pengetahuan baru, yaitu biologi molekuler.

Selama berpuluh-puluh tahun berikutnya, bidang pengetahuan baru ini menghasilkan sejumlah penemuan yang gemilang, yang puncaknya pada saat dipecahkannya kode genetik. Namun demikian, kemajuan yang luar biasa ini tidak juga dapat membantu para ahli biologi menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Schrodinger: “Apakah kehidupan itu?”. Mereka tidak pula mampu menjawab sederet pertanyaan serupa yang telah memusingkan para ilmuwan dan filosof selama beratus-ratus tahun.

Para ahli biologi molekuler telah menemukan landasan dasar kehidupan, namun itu belum dapat membantu mereka memahami mekanisme integratif vital pada mahluk hidup. Dua puluh lima tahun yang lalu, salah seorang ahli biologi molekuler terkemuka, Sidney Brenner, melontarkan komentar kritis berikut ini:

Di satu sisi, anda dapat mengatakan bahwa semua temuan genetik dan biologi molekuler selama kurun waktu 60 tahun yang lalu bisa dianggap sebagai suatu jeda yang panjang.... Karena program tersebut telah mencapai titik akhir, maka kita sampai pada lingkaran Ñ dan kembali kepada masalah-masalah yang belum terpecahkan.  Bagaimanakah organisme yang terluka membentuk kembali struktur yang persis sama dengan struktur sebelumnya? Bagaimanakah telur membentuk organisme? Saya pikir dalam waktu dua puluh lima mendatang kita harus mengajar para ahli biologi bahasa yang berbeda. .. Saya tidak tahu ini akan disebut apa; tak seorang pun yang tahu,,, Mungkin kita salah mempercayai bahwa semua logika berada pada tingkat molekuler. Kita mungkin perlu melampaui mekanisme jarum jam.

Sejak saat komentar ini dibuat oleh Brenner, suatu bahasa baru untuk memahami kompleksitas sistem kehidupan Ñ-- yaitu, sistem kehidupan organisme, sistem sosial, dan ekosistem-- benar-benar muncul ke permukaan. Mungkin anda pernah mendengar tentang konsep baru untuk memahami sistem yang kompleks ini-- seperti istilah chaos, attractor, dissipative structure, self-organisation, dan sebagainya.

 Pada awal tahun 1980-an, saya membuat sintesa penemuan baru di atas, sebagai suatu kerangka kerja konseptual untuk memahami kehidupan secara ilmiah. Saya mengembangkan dan menyempurnakan sintesa saya selama sepuluh tahun, mendiskusikannya dengan berbagai macam ilmuwan, dan belakangan ini menerbitkannya sebagai buku baru saya, yang berjudul Jaring Kehidupan.

Tradisi intelektual berpikir sistem, dan model sistem kehidupan yang dikembangkan pada awal dekade abad ini, membentuk akar konseptual dan historis kerangka kerja ilmiah baru yang ingin saya sampaikan kepada anda malam ini. Sesungguhnya, sintesa saya tentang model dan teori baru bisa dilihat sebagai garis besar teori sistem kehidupan yang sedang berkembang. Apa yang sedang muncul di garis depan ilmu pengetahuan adalah teori  ilmiah koheren yang menawarkan-- untuk pertama kalinya-- kesatuan pandangan akan pikiran, zat/ elemen, dan kehidupan.

Karena masyarakat industri telah didominasi oleh faham Cartesian yang memisahkan antara pikiran dan zat/ elemen dan oleh paradigma mekanistis yang kuat selama tiga ratus tahun yang lalu, maka visi baru yang memecahkan faham pemisahan Cartesian bukan hanya akan membawa dampak ilmiah dan filsafat yang penting, tetapi juga akan membawa implikasi praktis yang luar biasa besarnya. Visi ini akan merubah cara kita berhubungan dengan orang lain dan dengan lingkungan alam kehidupan kita,  cara kita menangani kesehatan, cara kita memahami organisasi usaha kita, sistem pendidikan kita, dan lembaga sosial dan politik lainnya.

Secara khusus, visi baru tentang kehidupan akan membantu kita membangun dan mengasuh masyarakat yang berkelanjutan-- tantangan besar di jaman kita-- karena visi ini akan membantu kita memahami bagaimana ‘masyarakat’ alam semesta seperti tanaman, binatang, dan mikroorganisme-- atau disebut ekosistem-- mengatur diri sendiri dalam rangka memaksimalkan keberlanjutan ekologis mereka. Kita harus banyak belajar dari kebijakan alam, dan karenanya kita harus melek istilah ekologi. Kita perlu memahami prinsip dasar ekologi, yakni bahasa alam. Kerangka kerja baru yang saya sampaikan di buku saya menunjukkan bahwa prinsip-prinsip ekologi ini juga merupakan prinsip dasar organisasi semua sistem kehidupan. Karenanya saya percaya bahwa jaring kehidupan memberikan dasar yang kuat untuk teori dan praktek ekologi.

Kemunculan Berfikir Sistem (system thinking)

Ijinkanlah saya mulai menjelaskan garis besar pemahaman baru tentang  kehidupan dari perspektif historis tradisi berpikir sistem. Berpikir sistem mulai muncul sekitar tahun 1920-an secara berurut dalam tiga bidang yang berbeda: biologi organismik, psikologi Gestalt, dan ekologi. Pada semua bidang ini, para ilmuwan mengamati sistem kehidupan, yaitu totalitas terpadu yang propertinya tidak dapat direduksikan pada bagian-bagian yang lebih kecil. Sistem kehidupan meliputi organisme individu, bagian organisme, dan masyarakat organisme, seperti sistem sosial dan ekosistem. Sistem kehidupan mencakup suatu rentangan yang sanga luas, dan karenanya berpikir sistem secara alamiah merupakan pendekatan interdisiplin atau ‘pendekatan transdisiplin’.

Sejak awal ilmu biologi, para filsuf dan ilmuwan telah menyadari bahwa bentuk mahluk hidup lebih daripada sekadar bentuk, atau konfigurasi statis komponen pada totalitas keseluruhan. Para pemikir sistem pertama terdahulu menyatakan kenyataan ini dalam sebuah ungkapan yang masyhur, “:Keseluruhan (the wholes) bukan sekedar jumlah dari bagian (parts)”.

Selama beberapa decade, para ahli biologi dan psikologi berkutat dengan pertanyaan: dalam hal apakah persisnya keseluruhan (the wholes) lebih daripada sekedar kumpulan bagian (the parts)?. Pada masa itu timbul perdebatan yang sengit antara 2 aliran pemikiran, yang dikenal dengan dengan faham mekanisme dan vitalisme. Para penganut faham mekanisme berkata: “Keseluruhan (the wholes) tiada lain dan tiada bukan adalah kumpulan bagian (the parts). Semua fenomena biologis dapat dijelaskan melalui hukum fisika dan kimia”.  Para penganut faham vitalisme tidak sependapat dan mempertahankan bahwa perwujudan non-fisik Ň—kekuatan pendorong vital, atau bidang Ň harus ditambahkan kedalam hukum fisika dan kimia untuk menjelaskan fenomena biologis.

Aliran pemikiran biologi organismik muncul sebagai jalan keluar ketiga dari perdebatan ini. Para ahli biologi organismik menyerang pengikut kedua aliran mekanisme dan vitalisme. Mereka berpendapat bahwa sesuatu harus ditambahkan kedalam hukum fisika dan kimia untuk memahami kehidupan, namun sesuatu itu, dalam pandangan mereka, bukanlah entitas (perwujudan) yang baru. Sesuatu itu adalah pengetahuan tentang living system organisasi, atau “hubungan keorganisasiannya”.

Pandangan sistem tentang kehidupan pertama kali dirumuskan oleh para ahli biologi organismik. Pandangan ini mengukuhkan bahwa properti utama living system merupakan properti keseluruhan, yang tidak dimiliki oleh bagian. Properti ini muncul akibat interaksi dan hubungan antar bagian. Properti ini rusak manakala sistem itu terpenggal, baik secara lahiriah ataupun secara teoritis, menjadi elemen yang terpisah-pisah. Meskipun kita bisa membedakan setiap bagian inividu pada suatu sistem, bagian-bagian itu tidaklah terpisah-pisah, dan sifat dasar keseluruhan selalu berbeda dengan sifat bagiannya. Untuk merumuskan pandangan ini dengan jelas, dibutuhkan waktu bertahun-tahun, dan konsep berpikir sistem pun lahir pada periode tersebut.

Ilmu pengetahuan ekologi, yang dimulai pada tahun 1920-an, memperkaya cara berpikir sistemik yang muncul saat itu dengan memperkenalkan konsep yang sangat penting, yakni konsep jaringan kerja. Dari awal perkembangan ekologi, masyarakat ekologi dianggap sudah terdiri dari organisme yang terhubung secara bersama-sama dalam suatu jaringan kerja melalui hubungan pemberian makanan (feeding). Pertama-tama, para ahli ekologi merumuskan konsep rantai makanan dan siklus makanan, dan konsep ini segera dikembangkan menjadi konsep kontemporer jaring makanan.

“Jaring Kehidupan” merupakan gagasan kuno yang telah lama digunakan oleh para pujangga, filsuf, dan ahli mistik di sepanjang masa untuk menyampaikan perasaan keterikatan dan interdependensi semua fenomena. Karena konsep jaringan kerja menjadi semakin dikenal di bidang ekologi, para pemikir sistem mulai menggunakan model jaringan kerja di semua tingkatan sistem, dengan melihat organisme sebagai jaringan organ dan sel, dan ekosistem sebagai jaringan organisme individu. Gagasan ini mendorong munculnya suatu pandangan penting bahwa jaringan kerja merupakan pola yang bersifat umum bagi semua kehidupan. Dimana saja anda melihat kehidupan, anda akan melihat jaringan kerja.

Ciri-ciri Berpikir Sistem

Sekarang, ijinkan saya meringkas beberapa ciri-ciri penting berpikir sistem. Living systems merupakan kesatuan keseluruhan, dan dari itu berpikir sistem mengandung pengertian pergeseran perspektif berpikir dari bagian menuju ke keseluruhan. Keseluruhan lebih daripada sekedar kumpulan bagian, dan kelebihannya adalah pada hubungan. Jadi, berpikir sistem adalah cara berpikir dalam pengertian hubungan. Pergeseran dari bagian ke arah keseluruhan membutuhkan pergeseran fokus lain, yaitu dari fokus objek menjadi fokus hubungan.

Memahami hubungan bukanlah hal yang mudah bagi kita, karena hubungan merupakan sesuatu yang bertolak belakang dengan kegiatan ilmiah tradisional di kebudayaan Barat. Pada ilmu pengetahuan, kita telah diajari, bahwa segala sesuatu harus diukur dan ditimbang. Namun, hubungan tidak dapat diukur dan ditimbang,; hubungan perlu dipetakan. Jadi, inilah pergeseran berikutnya: dari pengukuran ke arah pemetaan. Bilamana anda memetakan hubungan, anda akan menemukan konfigurasi hubungan tertentu secara berulang. Inilah yang kita sebut ‘pola’. Pola adalah konfigurasi hubungan yang muncul berkali-kali. Studi tentang hubungan melahirkan studi tentang pola. Berpikir sistem melibatkan pergeseran perspektif berfikir, yakni dari perkspektif isi pemikiran menjadi perspektif pola pemikiran.

Lebih jauh lagi, memetakan hubungan dan mempelajari pola bukanlah pendekatan kuantitatif namun merupakan pendekatan kualitatif. Sesungguhnya, pada matematika baru yang kompleks ‘analisis kualitatif’ sekarang ini digunakan sebagai istilah teknis. Jadi, berpikir sistem mengandung pengertian pergeseran dari pendekatan kuantitas menjadi pendekatan kualitas.

Akhirnya, studi tentang hubungan tidak saja terkait dengan hubungan antar komponen pada suatu sistem, melainkan juga hubungan antara sistem secara keseluruhan dan sistem yang lebih besar disekitarnya. Hubungan antara sistem dan lingkungan itulah yang disebut dengan istilah konteks. Kata ‘konteks’ yang berasal dari bahasa Latin ‘contexere’, artinya ‘merajut bersama’, yakni mengandung pengertian jaringan kerja-- dan ini mungkin yang paling cocok dijadikan ciri utama berpikir sistem secara menyeluruh. Berpikir sistem adalah ‘berpikir’ secara kontekstual.

Ada elemen berpikir sistem lain yang penting, yang akan saya bicarakan belakangan, yaitu berpikir dalam pengertian proses-- yang secara historis kehadirannya agak terlambat. Jadi berpikir sistem berarti berpikir kontekstual sekaligus berpikir proses.

Teori Sistem Klasik

Konsep utama berpikir sistem dikembangkan selama kurun waktu 1920-an hingga 1940-an, kemudian, diikuti dengan perumusan teori sistem yang sebenarnya. Ini berarti bahwa konsep sistem dipadukan kedalam kerangka teoritis yang menguraikan prinsip-prinsip organisasi living systems. Teori yang saya namakan teori sistem klasik tersebut  termasuk teori sistem dan sibernetika.

Teori sistem universal dirumuskan pada tahun 1940-an oleh Ludwig von Bertalanffy, seorang ahli Biologi kebangsaan Austria yang mengawali perombakan dasar-dasar ilmu pengetahuan mekanistik dengan visi holistik. Seperti ahli biologi organismik yang lainnya, Bertalanffy percaya bahwa fenomena biologis memerlukan cara berpikir baru. Tujuannya adalah membangun ‘keseluruhan ilmu pengetahuan umum’ sebagai disiplin matematika formal.

Sumbangan terbesar Bertalanffy, menurut hemat saya, adalah konsep ‘sistem tebuka’ sebagai pembeda utama fenomena biologis dan fisik. Living systems, menurutnya, adalah sistem terbuka, yang berarti bahwa sistem tersebut seyogyanya mempertahankan fluktuasi materi dan energi secara terus-menerus yang berasal dari lingkungan mereka sebagai usaha pemertahanan hidup.

Sistem terbuka ini mempertahankan dirinya sendiri secara seimbang, yang ditandai oleh alur dan perubahan yang terus menerus. Bertalanffy menggunakan istilah dalam bahasa Jerman Fliessgleichgewicht ("keseimbangan aliran") untuk menjelaskan kondisi keseimbangan yang dinamis tersebut. Ia  mengakui bahwa sistem terbuka tersebut tidak dapat dijelaskan dengan termodinamika klasik, yang merupakan teori sistem kompleks yang ada saat itu, dan ia berteori bahwa termodinamika baru sistem terbuka dibutuhkan untuk menjelaskan living systems.

Konsep Ludwig von Bertalanffy tentang sistem terbuka dan teori sistem universal melahirkan berfikir sistem sebagai gerakan ilmiah besar. Selain itu, kecenderungannya pada aliran dan keseimbangan aliran memunculkan berpikir proses sebagai aspek baru yang penting dari berpikir sistemik. Ia tak mampu menuliskan termodinamika baru dari sistem terbuka yang ia cari, karena ia kurang mengetahui matematika tepat guna untuk mencapai tujuan tsb. Tiga puluh tahun kemudian, Ilya Prigogine merampungkan cita-cita besar tersebut, dengan menggunakan matematika kompleks yang telah terumuskan saat itu..

Sibernetika, teori sistem klasik lain, dirumuskan oleh kelompok ilmuwan interdisiplin, termasuk didalamnya ahli matematika Norbert Wiener dan John von Neumann, ahli ilmu syaraf Warren McCulloch, dan ilmuwan sosial Gregory Bateson dan Margaret Mead.

Sibernetika segera menjadi gerakan intelektual yang kuat, yang kemudian melahirkan biologi organismik dan teori sistem universal. Fokus utama para ahli sibernetika itu terpusat pada pola-pola organisasi. Secara khusus, mereka tertarik pada pola-pola komunikasi, utamanya pola komunikasi yang ada pada putaran tertutup (closed loop) dan jaringan kerja (networks). Pengamatan mereka membuahkan konsep umpan balik (feedback), pengontrolan diri sendiri (self-regulation), dan pengorganisasian diri sendiri (self-organization).

Konsep umpan balik (feedback), salah satu prestasi gemilang dari sibernetika, dekat sekali hubungannya dengan pola jaringan kerja. Pada suatu jaringan kerja, anda dihadapkan pada siklus dan putaran tertutup, dan putaran ini bisa menjadi putaran umpan balik (feedback loop). Putaran umpan balik adalah sejumlah elemen yang terhubung dalam lingkaran sebab-akibat, yang mana penyebab awal tumbuh di sekitar pengait putaran, sehingga setiap elemen membawa akibat terhadap elemen berikutnya, hingga elemen terakhir memberi umpan balik terhadap elemen pertama dari siklus tersebut.

Fenomena umpan balik (feedback) sangat penting artinya bagi living systems. Karena umpan balik, jaringan kerja yang ada (living networks) dapat mengontrol dan mengatur dirinya sendiri. Suatu masyarakat, misalnya, dapat mengontrol dirinya sendiri. Mereka dapat belajar dari kesalahan, karena kesalahan akan berputar dan kembali lagi di sepanjang putaran umpan balik tersebut. Jadi, masyarakat dapat mengatur dirinya sendiri dan belajar. Karena umpan balik, suatu masyarakat memperoleh intelgensianya tersendiri, yakni kapasitas pembelajarannya sendiri.

Jadi, jaringan kerja, umpan balik, dan pengaturan diri sendiri merupakan konsep yang saling terkait. Living systems adalah jaringan kerja yang mampu membangun pengorganisasian diri sendiri.


Matematika Kompleksitas Baru

Sekarang, saya tiba pada bagian yang paling penting dari uraian historis singkat saya. Ada batas persimpangan (turning point) antara teori sistem klasik dari tahun 1940-an dan teori living systems yang dikembangkan selama 25 tahun belakangan ini. Ciri pembeda teori baru ini adalah bahasa matematika baru yang memungkinkan para ilmuwan untuk pertama kalinya memecahkan berbagai kompleksitas living systems secara matematis.

Perlu kita sadari bahwa sesederhana apa pun suatu living systems, misalnya sel bakteri, ia pasti memiliki jaringan kerja yang sangat rumit yang melibatkan beribu-ribu reaksi kimia yang saling bergantung (interdependent). Seperangkat konsep dan teknik untuk menghadapi berbagai kompleksitas sekarang ini telah telah muncul,  yang mulai membentuk kerangka kerja matematis koheren. Teori Chaos dan geometri fraktal (fractal geometry) merupakan cabang ilmu matematika kompleksitas baru yang penting.

Ciri penting dari matematika baru adalah matematika tersebut merupakan matematika nonlinear. Di bidang ilmu pengetahuan, hingga belakangan ini, kita selalu diajari untuk menghindari persamaan non-linear, karena persamaan ini sulit dipecahkan. Misalnya, aliran air yang tenang, tanpa hambatan,  dijabarkan dengan persamaan linear. Namun, ketika di sungai ada bebatuan, air tersebut mulai berputar; menjadi pusaran. Munculnya riak dan bermacam-macam gelombang; serta gerakan yang kompleks ini dijelaskan dengan menggunakan persamaan non-linear. Gerakan air ini menjadi sangat rumit sehingga nampak sangat kacau balau.

Pada tahun 1970-an, para ilmuwan untuk pertama kalinya memiliki komputer yang kemampuan luar biasa cepatnya, sehingga dapat membantu mereka menangani dan memecahkan masalah persamaan non-linear. Dalam melaksanakan kegiatan tersebut, mereka mengembangkan sejumlah teknik, yakni semacam bahasa matematika baru yang mengungkap pola-pola yang sangat mengejutkan yang ada pada perilaku sistem non-linear yang tampak kacau, namun mengandung keteraturan. Sesungguhnya, teori chaos adalah teori keteraturan,yakni semacam keteraturan baru yang tidak terlihat dengan mata biasa namun bisa diungkap dengan menggunakan matematika baru tersebut.

Ketika anda memecahkan persamaan non-linear dengan teknik baru ini, hasilnya bukanlah sebuah rumus namun semacam bentuk visual, pola yang dapat dilacak oleh komputer. Jadi, matematika baru adalah matematika pola, matematika hubungan (relationships). Istilah umum "attractors" adalah contoh dari pola matematik ini. Pola matermatik ini menggambarkan dinamika sistem tertentu dalam bentuk visual.

Pada tahun 1970-an, minat yang kuat terhadap fenomena non-linaer ini membuahkan serangkaian teori baru dan handal yang dapat menjelaskan berbagai aspek living systems. Teori ini, yang saya jelaskan panjang lebar di buku saya, membentuk komponen sintesa saya sendiri tentang konsepsi baru kehidupan.

Sintesa Baru

Saya percaya bahwa kunci utama pemahaman teori living systems terletak pada sintesa dua pendekatan pemahaman alam yang saling bersaing di sepanjang sejarah ilmiah kita—yakni pendekatan pola (hubungan, keteraturan, dan kualitas) dan pendekatan struktur (konstituen, materi, kuantitas)

Kemunculan dan penyempurnaan konsep pola organisasi telah menjadi tema pokok dalam berpikir sistem. Para pemikir sistem terdahulu mendifinisikan pola sebagai konfigurasi hubungan. Para ahli ekologi mengenali jaringan kerja sebagai pola kehidupan umum. Para ahli sibernetika mengenali umpan balik sebagai pola putaran hubungan sebab-akibat; dan matematika kompleksitas baru adalah ilmu matematika tentang pola visual.

Jadi, pemahaman terhadap pola adalah sangat penting artinya bagi pemahaman kehidupan secara ilmiah. Namun itu saja tidak cukup. Kita juga perlu memahami struktur sistem. Untuk menunjukkan bagaimana pendekatan pola dan pendekatan struktur dapat digabungkan, ijinkan saya mendefinisikan kedua istilah ini dengan lebih konkrit.

Pola organisasi suatu sistem apa saja, baik yang bernyawa maupun yang tak-bernyawa, merupakan konfigurasi hubungan antar komponen yang menentukan ciri utama sistem.  Dengan kata lain, hubungan tertentu harus ada agar sesuatu dapat dikenali sebagaimana pada, misalnya, kursi, sepeda, atau pohon.  Hubungan konfigurasi yang memberi ciri penanda penting itulah yang disebut dengan pola organisasi.
Ijinkan saya menjelaskan hal di atas dengan menggunakan sepeda, karena penjelasan dengan nonliving system jauh lebih mudah. Jika saya lepaskan satu persatu semua bagian sepeda—sadel, setir, kerangka, roda, dsb—dan saya letakkan teronggok didepan anda, anda akan mengatakan: Ini bukan sepeda; ini bagian dari sepeda. Bagaimana caranya saya mengubahnya menjadi sepeda? Dengan merangkainya bersama dalam susunan tertentu! Susunan ini,   atau konfiguras hubungan antar bagian ini, disebut pola organisasi.

Untuk menjelaskan pola organisasi sepeda ini, saya dapat menggunakan bahasa yang abstrak tentang hubungan. Saya tidak perlu memberi tahu anda bahwa kerangka sepeda terbuat dari dari besi yang berat atau alumunium yang ringan, karet macam apakah yang terpasang pada ban, dsb. Dengan kata lain, materi fisik bukanlah bagian dari penjelasan pola organisasi. Materi adalah bagian dari penjelasan struktur, yang saya artikan sebagai perwujudan dari materi pola organisasi sistem.

Sementara penjelasan pola organisasi melibatkan pemetaan abstrak hubungan, penjelasan struktur melibatkan penjelasan tentang komponen fisik sistem—bentuk mereka, komposisi kimia, dsb.

Nah, ini sangat mudah dijelaskan dengan sepeda. Anda dapat memvisualisasikan pola organisasi sepeda, anda dapat menggambar sketsanya, anda dapat memperoleh materi sesungguhnya dan memasang sepeda sesuai dengan sketsa rancangan anda, dan kemudian sepeda itu akan berdiri di sana tanpa banyak melakukan apa-apa.

Dengan living systems, situasinya sangat jauh berbeda. Setiap living system, sebagaimana yang saya sebutkan di depan, melibatkan beribu-ribu proses kimia yang saling terkait. Pada living system, terjadi fluktuasi tanpa henti pada materi, pertumbuhan, perkembangan, dan evolusi. Mulai dari permulaan biologi, pemahaman struktur kehidupan tidak tidak dipisahkan dari pemahaman proses perkembanga dan metabolisme.

Properti living systems yang mencolok ini mensyaratkan proses sebagai kriteria ketiga untuk penjelasan menyeluruh akan ciri kehidupan.  Proses kehidupan merupakan aktivitas yang ada pada perwujudan terus-menerus pola organisasi sistem.  Karenanya, kriteria proses merupakan penghubung antara pola dan struktur.

Kriteria proses melengkapi kerangka konseptual sintesa saya. Ketiga kriteria ini saling tergantung secara menyeluruh. Pola organisasi hanya dapat dikenali jika ia terwujud dalam struktur fisik, dan pada living systems  perwujudan ini merupakan proses yang terus menerus berlangsung. Seseorang bisa mengatakan bahwa ketiga kriteria itu—pola, struktur, dan proses—merupakan tiga perspektif tentang fenomena kehidupan yang berbeda-beda namun tak terpisahkan One  Ketiganya membentuk tiga dimensi konseptual sintesa saya.

Maksud saya adalah bahwa, dalam rangka mendefinisikan living system Рatau dengan kata lain untuk menjawab pertanyaan Schr̦dinger, "Apakah kehidupan itu?" Рkita harus menjawab tiga pertanyaan berikut ini: Apa sajakah struktur living system? Apa sajakah pola organisasinya? Seperti apakah proses kehidupan? Ijinkan saya menjawab pertanyaan ini secara berurutan.

Struktur Disipatif

Struktur living system telah dijelaskan dengan rinci oleh by Ilya Prigogine dalam teorinya Struktur Disipatif (dissipative structures). Seperti halnya Ludwig von Bertalanffy, Prigogine mendapati bahwa living systems merupakan sistem terbuka yang mampu mempertahankan proses kehidupannya di bawah kondisi tak seimbang (non-equilibrium). Organisme hidup bercirikan aliran dan perubahan yang terus menerus pada metabolismenya, yang melibatkan beribu-ribu reaksi kimia. Keseimbangan kimia dan panas muncul bilamana proses tersebut terhenti. Dengan kata lain, organisme yang berada dalam keseimbangan adalah organisme yang mati. Organisme hidup secara terus menerus memertahankan dirinya agar tetap dalam keadaan yang jauh dari keseimbangan, yang merupakan keadaan dari kehidupan. Meskipun sangat jauh berbeda dari keseimbangan, kondisi ini tetap stabil: struktur keseluruhan yang sama tetap dipertahankan  terlepas dari perubahan secara terus menerus pada komponennya.

Prigogine menamakannya sebagai  sistem terbuka, sebagaimana yang ia uraikan dalam teori "dissipative structures",  untuk menjelaskan keterkaitan yang erat antara struktur dan aliran/ perubahan (dissipation).

Menurut teori Prigogine, struktur disipatif bukan saja mempertahankan dirinya sendiri dalam kondisi stabil yang jauh dari keseimbangan, namun bahkan memungkinkan terjadinya evolusi. Manakala aliran energi dan materi yang melewati struktur disipatif meningkat, keduanya akan mengalami ketidakstabilan, dan kemudian akan berubah menjadi struktur baru dengan kompleksitas yang meningkat.  Fenomena ini— munculnya keteraturan yang spontan—juga dikenal dengan istilah pengorganisasian diri sendiri (self-organization). Inilah yang menjadi dasar pengembangan, pembelajaran, dan evolusi.

Autopoiesis

Sekarang ijinkan saya beralih ke perspektif kedua yang berkenaan dengan ciri alamiah kehidupan, yakni perspektif pola. Pola organisasi living systems merupakan jaring hubungan yang setiap komponennya berfungsi mengubah dan mengganti komponen lain yang ada pada jaringan kerja tersebut (network). Pola ini dinamakan Autopoiesis oleh Humberto Maturana dan Fransisco Varela. “Auto’ tentunya berarti ‘dengan sendirinya’ dan ‘poiesis’—yang berasal dari akar kata yang sama dengan ‘puisi’ dalam bahasa Yunani—berarti ‘membuat’. Jadi, autopoiesis berarti ‘memproduksi sendiri’. Jaringan kerja secara terus menerus ‘membuat dirinya sendiri’. Jaringan  dibentuk oleh komponen dan sebaliknya jaringan juga menghasilkan komponen.

Kognisi—Proses Kehidupan

Sekarang ijinkan saya beralih ke dimensi konseptual sintesa saya, yakni aspek proses. Pemahaman terhadap proses kehidupan mungkin merupakan aspek paling revolusioner dari teori living systems yang muncul saat ini, karena aspek ini mengandung pengertian konsepsi pikiran, atau kognisi. Konsepsi baru ini diajukan oleh Gregory Bateson dan diuraikan lebih lengkap oleh Maturana dan Varela, dan konsepsi tersebut dikenal sebagai Teori Kognisi Santiago.

Pokok pemikiran teori Santiago adalah pengenalan kognisi, yakni proses terjadinya pengetahuan, melalui proses kehidupan. Kognisi, menurut Maturana, adalah aktivitas yang melibatkan pembentukan diri sendiri (self-generation) dan pemertahanan diri (self-perpetuation) pada jaringan kehidupan (living networks). Dengan kata lain, kognisi merupakan proses utama kehidupan. “Living systems adalah sistem kognisi”, tulis Maturana, dan kehidupan yang berjalan sebagai proses adalah proses kognisi”.

Jelaslah bahwa apa yang kita bicarakan disini adalah perluasan radikal konsep kognisi dan, secara tak langsung, juga konsep pikiran. Menurut pandangan baru ini, kognisi melibatkan keseluruhan proses kehidupan—termasuk persepsi, emosi, dan perilaku—dan tidak selalu memerlukan otak dan sistem syaraf. Pada dunia manusia, kognisi meliputi bahasa, pemikiran konseptual, kesadaran diri, dan semua atribut kesadaran manusia yang lainnya.

Saya percaya bahwa teori kognisi Santiago merupakan teori ilmiah pertama yang dapat memecahkan masalah pembagian pikiran dan materi Cartesian, dan karenanya teori ini akan memiliki implikasi yang luas jangkauannya. Pikiran dan materi tidak lagi menjadi milik dua kategori yang terpisah, namun bisa dilihat sebagai perwujudan dua aspek fenomena kehidupan yang saling melengkapi—aspek proses dan aspek struktur. Di semua tingkatan kehidupan, mulai dari hal yang sesederhana sel, pikiran dan materi, hingga proses dan struktur, semuanya saling terkait. Pikiran selalu muncul pada materi kehidupan sebagai proses self-organization. Untuk pertama kalinnya, kita memiliki teori ilmiah yang mempersatukan pikiran, materi, dan kehidupan.

Jalan PDBK #5; Bukan Supermen!


 by Agung Dwi Laksono



Jakarta, 09 November 2011


Dear all,

Rasa-rasanya KLU (Kabupaten Lombok Utara) mau meledak! Resonansinya begitu menggelegar dalam ranah PDBK. pak Benny menjadi menjadi buah bibir, demikian masyur di mata penggiat PDBK.
Siapakah dia???

Benny, seorang kepala dinas kesehatan, yang tersulut emosinya saat berlangsung kalakarya PDBK di kabupatennya. Dia tidak sendirian, esmosi berjama’ah, kemarahan kolektif, yang pada akhirnya energi kemarahan itu menjadi pembuktian atas setiap tantangan, yang bagi semua jam’ah kalakarya lebih mirip dakwaan. :’(

Apakah dia, Benny, begitu hebat hingga bisa memanaj amarah kolektif menjadi sesuatu yang positif? Bisa jadi seorang Benny adalah Kadinkes yang hebat, bisa jadi dia seorang manajer, seorang pemimpin, yang mampu memanfaatkan setiap sumber daya, yang tidak bisa diam melihat peluang! Tapi tetap saja... Seorang Benny bukanlah Supermen!

Yang dikembangkan sebagai Jalan PDBK bukanlah seorang lonely rider, bukan one man show. yang sedang dipersiapkan dan dibangun adalah sebuah kondisi, sebuah sistem, yang bisa mapan dan berkelanjutan. Suatu kondisi, dimana pada saatnya nanti, saat orang-orang hebat semacam Benny tidak lagi ada di tempatnya, sistem tetap berjalan, sistem tetap bisa survive.

Jalan PDBK sedang membangun sesuatu yang besar, sebuah sistem! Munculnya tokoh besar adalah side effect saat sistem mulai berjalan.


-ADL-

Jalan PDBK #4; Ciptakan Ke’khas’an




Bandara Soekarno-Hatta, 08 November 2011


Dear all,

Bila si OM, Triono Soendoro, bicara tentang angka ato olahan IPKM, maka otomatis bibirnya akan menyebut duo nonik, parmi dan rofi. Bila para penggiat PDBK membaca sebuah hikmah cerita dari milis maka yang terbersit adalah pak DB, Didik Budijanto. Bila yang terbaca adalah kalimat pancingan yang mampu membangkit motivasi, maka yang terngiang adalah nama pak Sawi. Pun bila yang terbaca di milis adalah sederetan kalimat protes dan kata ‘boseeeeen’, maka yang teringat adalah ADL. Huehehehe...

Pun PDBK, dengan alami menumbuhkan ke’khas’an bagi para penggiatnya, dan bahkan pada ‘diri’nya sendiri.

Suatu saat berdiskusi tentang intervensi dalam sebuah penelitian community development, hampir semua peserta diskusi mengedepankan masalah ‘materi’ sebagai sebuah kendala, yang lebih mirip batu sebesar rumah di tengah jalan, susah ditembus.

Tawaran alternatif solusi untuk mengedepankan aspek non material dengan ‘pemberdayaan community’, dimentahkan dengan celoteh ringan..

ini bukan PDBK mas, tidak bisa hanya non material...

Hahaha... Jalan PDBK telah menumbuhkan ke’khas’annya sendiri!
Cara-cara PDBK telah menumbuhkembangkan stereotype  PDBK sebagai sebuah gerakan non material.


-ADL-