Kebijakan ini-itu!


dear all,

kebanyakan dari kita... saya dan sampeyan2 semua, yang bisa berkutat dengan facebook adalah jenis yang paparan terhadap informasi dan pelayanan kesehatan sudah bisa dibilang cukup! dan bahkan mungkin berlebih...
meski untuk mengaksesnya tetep juga dibutuhkan duit! hehehe...

akses pelayanan kesehatan di negeri kepulauan terbesar di dunia ini, sampai saat ini bukan hanya akses soal duit, ntu mah udah advance!
yang lebih mendasar, yang dari jaman baheula nyampe saat ini masih tetep jadi masalah adalah ketersediaannya, baik fasilitas pelayanannya maupun soal ketersediaan tenaganya.
siapapun yang jadi menteri kesehatannya... saya jamin masih akan mumet tujuh turunan!

pertiwi kita sangat luas, dengan disparitas antar wilayah masih juga sangat lebar.
teknologi kedokteran paling mutakhir bisa jadi kita sudah memilikinya! singapura ato malaysia sih lewaaaat...
tapi tetep aja masih ada daerah yang bahkan untuk mencapai puskesmas pembantu ato polindes kesulitan, dan ato bahkan tidak ada akses!
Bukan isapan jempol, saya.. dengan mata kepala sendiri pernah menjumpainya…

Terlalu luasnya wilayah yang harus dijangkau, terlalu banyaknya komunitas yang harus dilayani, terlalu bervariasinya ekonomi dan pendidikan menjadi tantangan tersendiri untuk semua jenis pelayanan publik di negeri ini, terlebih bidang kesehatan.

Kita betul2 kekurangan tenaga!
…sudah tenaganya dikit, ngumpul di kota besar pula!


***
Diam2 kita menyimpan bara api yang cukup laten.
untuk perluasan akses dan pemerataan pelayanan kesehatan, pemerintah seperti kebingungan dalam mengambil kebijakan. banyak kebijakan yang dibuat dalam kenyataan di lapangan justru ditabrak sendiri.

pemerintah membesut undang2 praktek kedokteran yang melarang praktek tindakan medis dilakukan oleh profesi selain dokter, tapi di sisi lain juga dikeluarkan kebijakan soal poskesdes, yang notabene digawangi oleh paramedis, yang jelas2 bukan dokter. Belum lagi bidan pun boleh melayani pengobatan, meski katanya terbatas pada penyakit yang menyangkut kebidanan, tapi siapa yang tau praktek di lapangan…
*saya tau lahhh! hehehe…

ketegangan dengan organisasi profesi pun tidak bisa dihindarkan...
dalam catatan saya…
organisasi profesi kumpulan dokter spesialis obgyn pun protes terhadap kebijakan kementerian kesehatan yang memperbolehkan bidan berpraktek mandiri, meski juga dengan dalih menolong persalinan normal.
Organisasi profesi dokter pun keberatan dengan keberadaan paramedik (perawat & bidan) yang berpraktek mandiri, yang bukannya berpraktek asuhan keperawatan, tapi lebih pada kuratif, yang bahkan sudah sangat invasif.

Klo sampeyan yang jadi menteri kesehatannya piye jal? Mumet po ora?

Pemerintah dihadapkan dengan angka kematian ibu yang meski turun, tapi tetap saja memprihatinkan. Sedang cakupan persalinan ke tenaga kesehatan pun juga mengecewakan.
Untuk itu maka pemerintah mengambil beberapa kebijakan soal kebidanan, mulai dari dokter plus (dokter yg diberi tambahan kursus gynecology) sampai pada menggenjot jumlah lulusan bidan.

Bukan hanya lulusan bidan, lulusan tenaga kesehatan yang lain pun ikut2an digenjot demi memenuhi ketersediaan dan aksesibilitas pelayanan kesehatan. Maka tumbuh suburlah akademi dan sekolah tinggi kesehatan di negeri garuda ini.

Eitsss… masalah belon selesai…
Tumbuh suburnya akademi dan sekolah tinggi kesehatan bukannya lepas dari masalah! Sekolahan yang lulusannya banyak bekerja dengan urusan terkait nyawa manusia ini pun cukup banyak yang begajulan…
Yang cuman sekedar lulus pun tak sedikit!
Belon lagi soal dualisme penyelenggaraan pendidikan kesehatan ini! antara besutan Dirjen Dikti Kementerian Pendidikan Nasional dengan PPSDM Kementerian Kesehatan. Wis tambah mumeeet…

***
Pemerintah bukannya tidak tau dan tidak mau tau soal standar yang ngotot dijadikan landasan oleh organisasi profesi dalam memprotes setiap kebijakan.
Tapi pemerintah juga dihadapkan dengan masalah ketersediaan dan akses yang harus dengan cepat diselesaikan, sementara organisasi profesi belum bisa memberi solusi manjur.

so... kebijakan kebanyakan bukan soal salah ato benar.. tergantung kita mau memilih kebijakan yg mana.. yg terpenting adalah konsekuensi dr setiap pilihan.. bisakah kita mengantisipasi konsekuensi pilihan kita?

*sorry mumet!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar