Polemik Kontaminasi Produk Susu Formula


by Oryz Setiawan

Kembali ke ASI adalah salah satu bentuk kampanye kesehatan yang paling efektif untuk menekan berbagai laju penyakit yang mengancam si jabang bayi sebab ASI secara alami mengandung antibodi yang dirancang khusus oleh Tuhan untuk menangkal terjadinya penyakit sekaligus palinng aman dan menyehatkan. Apalagi fenomena menyusui bayi oleh ibu adalah bentuk sentuhan psikologis paling dasar dalam membangun 'hubungan' batin yang secara reflektif dapat menumbuhkembangkan sifat kasih sayang yang hakiki.

Kontroversi seputar produk susu formula dan sebagian makanan bayi dan balita yang terkontaminasi bakteri berbahaya kini terus menjadi bahan perbincangan hangat di masyarakat terutama kalangan ibu-ibu yang memiliki bayi dan balita. Penyakit yang diduga bersumber dari bakteri yang disebut enterobacteri sakazakii disinyalir dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan seperti diare, iritasi, gangguan metabolisme dan mengakibatkan gangguan radang selaput otak (meningitis) bahkan mengancam keselamatan bayi dan balita yang mengkonsumsinya.

Memang penemuan bakteri yang terdapat pada makanan balita di berbagai merek dagang susu formula yang kini beredar di pasaran adalah hasil penelitian dari IPB yang tengah memicu keresahan di masyarakat. Meski secara umum tingkat konsumsi susu dan produk makanan bayi di Indonesia paling rendah dibandingkan negara-negara tetangga di Asia Tenggara namun tingkat ketergantungan terhadap susu formula baik berbentuk bubuk maupun cair sangat tinggi.

Seperti diketahui susu merupakan sumber makanan lengkap bagi bayi, balita hingga anak-anak yang mengandung berbagai zat-zat nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Hampir semua nutrisi yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita ada pada produk susu formula.

Selain sebagai sumber makanan utama, produk susu juga telah menjadi sumber makanan untuk pendamping Air Susu Ibu (ASI) pada bayi diatas 6 bulan.

Pada bayi berumur 0 - 6 bulan diharuskan hanya mengkonsumsi ASI atau ASI eksklusif sehingga penggunaan susu formula lebih ditujukan pada bayi berumur lebih dari enam bulan. Tingkat komposisi produk susu formula baik yang berbentuk bubuk maupun cair pada umumnya mengandung lemak susu (casein) disamping protein, lemak, vitamin dan mineral-mineral esensial yang sangat diperlukan bagi perkembangan balita.

Adapun yang membedakan antarproduk adalah jumlah, komposisi dan prosentase zat-zat nutrisi. Di tengah meroketnya harga-harga kebutuhan pokok keluarga, keberadaan susu dan produk makanan bayi adalah salah satu prioritas utama dalam menjaga agar buah hati selalu sehat, tumbuh dan berkembang sesuai pertambahan usia dan terjaga dari setiap penyakit yang mengancam.

Kekhawatiran para ibu sangat beralasan oleh karena balita adalah kelompok yang sangat rentan terhadap infeksi penyakit dan jangka panjang akan mempengaruhi warna generasi bangsa kelak dikemudian hari.

Kampanye ASI

Kembali ke ASI adalah salah satu bentuk kampanye kesehatan yang paling efektif untuk menekan berbagai laju penyakit yang mengancam si jabang bayi sebab ASI secara alami mengandung antibodi yang dirancang khusus oleh Tuhan untuk menangkal terjadinya penyakit sekaligus palinng aman dan menyehatkan.

Apalagi fenomena menyusui bayi oleh ibu adalah bentuk sentuhan psikologis paling dasar dalam membangun 'hubungan' batin yang secara reflektif dapat menumbuhkembangkan sifat kasih sayang yang hakiki. Oleh karena itu para ibu wajib memberi ASI eksklusif (hanya ASI) bagi bayi yang berumur hingga 6 bulan. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003 menunjukan bahwa ibu-ibu yang yang menyusui bayinya hingga usia enam bulan hanya 7,8 persen dan sebanyak 64 persen ibu yang menyusui bayinya hingga berumur kurang dari 2 bulan.

Adanya stigma bahwa memberikan susu formula lebih baik padahal harganya lebih mahal, bahkan tak jarang untuk berhemat mereka mengurangi takaran atau tidak sesuai anjuran sehingga asupan gizi berkurang. Sedangkan makanan pendamping ASI ditujukan pada bayi hingga berumur dua tahun.

Memang tidak semua ibu mampu menyusui secara sempurna akibat keterbatasan asupan susu ibu, gangguan hormone prolaktin, dan akibat faktor lain sehingga kasus-kasus yang demikian memerlukan pendampingan dan saran oleh tenaga kesehatan tentang makanan pendamping ASI (MP-ASI) untuk menunjang kelancaran asupan makanan bayi.

Dukungan sosial terutama bagi pekerja wanita atau wanita karier berupa cuti hamil, melahirkan dan tempat khusus untuk menyusui belum memadai sehingga kurang melegimitasi program Gerakan Sayang Ibu (GSI) yang (sebenarnya) telah lama digaungkan oleh pemerintah. Program GSI merupakan program yang didasari atas masih tingginya angka kematian ibu dan bayi di Indonesia sehingga semua pihak dituntut untuk memberikan perhatian lebih terhadap kesehatan ibu dan bayi bukan semata-mata hanya sebuah acara seremonial belaka.

Pemahaman yang benar atas perlakuan ibu terhadap bayi dan balita akan mendorong kesadaran kolektif untuk menghindarkan setiap potensi bahaya penyakit yang mengancam buah hatinya termasuk pemberian ASI, makanan tambahan balita dan lain-lain.

Terlepas dari terkontaminasinya suatu merek produk susu formula oleh bakteri enterobacteri sakazaki diperlukan upaya pencegahan antara lain : pertama, meski hingga kini pemerintah belum secara resmi melakukan pelarangan atau penarikan produk susu formula yang diduga kini tengah beredar di pasaran sikap waspada dan deteksi dini sangat diperlukan bagi ibu-ibu untuk mencegah penularan bakteri berbahaya tersebut.

Sebelum membeli produk susu maupun makanan balita, lakukan secara teliti apakah produk tersebut telah memenuhi syarat, kemasan, komposisi hingga masa kadaluarsa sehingga cocok untuk dikonsumsi oleh si kecil.

Jangan terkecoh oleh produk susu yang murah atau menawarkan berbagai macam hadiah sebab di era perang dagang, iming-iming harga murah dan hadiah adalah bentuk persaingan merek produk di mata konsumen. Kedua, diperlukan upaya menjaga kebersihan peralatan minum, proses sterilisasi yang tepat, proses penyajian, penyimpanan hingga menjaga pola asupan ke bayi dan balita. Karakteristik bakteri pada umumnya adalah tidak tahan dan mati oleh suhu pemanasan minimal 80 derajat celsius selama 2-3 menit.

Susu sebaiknya langsung habis diminum guna menghindari kontak dengan udara yang merupakan media bagi penyakit sehingga ibu harus mengetahui takaran dan porsi bagi balita. Oleh karena itu aspek hieginitas dan pola sanitasi yang tepat merupakan salah satu upaya dini dan paling mudah untuk mencegah timbulnya penyakit yang bersumber pada produk makanan bayi.

Ketiga, menghindari makanan atau minuman yang tidak dibutuhkan oleh tubuh meski banyak disukai oleh balita sehingga tidak memenuhi standar gizi atau menurunkan daya tahan tubuh yang cenderung rentan. Oleh karena itu kebiasaan jajanan di luar rumah atau makanan ringan yang menstimulasi timbulnya penyakit selayaknyanya dihindarkan demi kesehatan balita maupun anak-anak.

Diterbitkan di harian Surya edisi 4 Maret 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar