PERAMPUAN DAN ODONG-ODONG



Makassar, 08 Oktober 2012 


Puskesmas Perampuan adalah salah satu dari dua puskesmas yang mengampu wilayah Kecamatan Perampuan. Tidak ada sesuatu yang istimewa pada kecamatan yang berlokasi di selatan Kota Mataram (ibu kota Propinsi Nusa Tenggara Barat). Puskesmas Perampuan sendiri merupakan salah satu Puskesmas di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat.

Puskesmas Perampuan saat ini dipimpin oleh seorang perempuan, Ibu Andangsari, S.Si., Apt., M.Farm.Klin, seorang apoteker jebolan Universitas Hasanudin yang bertangan dingin dalam pengelolaan Puskesmas. Perempuan yang datang pada bulan Februari 2012 di Puskesmas Perampuan ini memulai aksinya bersama-sama dengan petugas Puskesmas sebagai sebuah teamwork efektif per Maret 2012.



Banyak perubahan yang telah dilakukan oleh Puskesmas Perampuan, termasuk di dalamnya upaya pemberdayaan. Pemberdayaan yang tidak hanya berhenti pada petugas kesehatan saja, tetapi meluas sampai kepada dukun bayi, tukang ojek, serta komponen masyarakat lainnya.


Dukun Bayi dan Tukang Ojek

Seperti kabupaten lainnya di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat, di Kabupaten Lombok Barat masih banyak terdapat dukun bayi yang masih beroperasi aktif, tidak terkecuali di wilayah Puskesmas Perampuan. Hal ini seringkali menjadi tantangan tersendiri bagi petugas kesehatan, terutama dalam upayanya meningkatkan persalinan melalui pertolongan tenaga kesehatan.

Dengan banyaknya dukun bayi yang masih beroperasi, Puskesmas Perampuan berusaha keras untuk mencari cara meminimalkan persalinan oleh non tenaga kesehatan. Hasil kesepakatan di Puskesmas menarik sebuah kesimpulan akhir pada suatu cara untuk pemberian insentif bagi dukun bayi yang mau merujuk (mengantar) ibu hamil yang akan bersalin ke tenaga atau fasilitas kesehatan.

Meski sederhana, ternyata langkah ini tidak begitu saja mudah diterapkan. Bagaimana tidak? Kota Mataram, sebagai tetangga berhimpitan dengan wilayah Puskesmas Perampuan, memilih strategi yang sama. Hanya saja Puskesmas di wilayah Kota Mataram memberi insentif yang mencapai angka Rp. 50.000,- per ibu bersalin yang dirujuk oleh dukun bayi. Strategi yang diterapkan di Puskesmas di wilayah Kota Mataram ini terbukti efektif menyedot perhatian dukun bayi, bahkan para dukun bayi yang sebenarnya masuk dalam wilayah kerja Puskesmas Perampuan.

Dengan besaran angka pada kisaran tersebut, tentu saja Puskesmas Perampuan yang sederhana ini tak akan mampu menandinginya. Maka Puskesmas Perampuan berhitung dengan cermat dengan memperhatikan faktor selisih biaya transportasi antara Puskesmas Perampuan dan Kota Mataram. Hingga munculah angka Rp. 25.000,- per kali rujukan ibu bersalin oleh dukun bayi. Besaran angka ini adalah riil take home pay yang diterima oleh dukun bayi, riil penerimaan bersih. Penerimaan bersih? Ya penerimaan bersih, karena transportasi ditanggung oleh Puskesmas Perampuan. Bagaimana bisa? Di sinilah cerita pemberdayaan lainnya dimulai. Pemberdayaan tukang ojek.

Puskesmas Perampuan menggandeng ‘Tukang Ojek’ setempat untuk masalah transportasi rujukan ibu bersalin ke Puskesmas. Tukang ojek yang biasa mendapat tarif normal Rp. 5.000,-, dihargai Rp. 10.000,- oleh Puskesmas, dengan syarat Tukang Ojek yang sudah teredukasi tersebut turut siaga setiap saat untuk melakukan rujukan ke Puskesmas. Simbiosis mutualisme yang cukup manis dilakukan.

Tukang ojek yang dilibatkan dalam proses siaga ini sudah cukup teredukasi. Tukang ojek tersebut bisa melihat atau mendeteksi segala sesuatu tentang ibu hamil yang menjadi tanggung jawabnya dari stiker kehamilan P4K (Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi) yang ditempel di pintu rumah ibu hamil yang bersangkutan dipasang oleh Bidan Puskesmas.

Tidak hanya berhenti sampai di situ saja, untuk menjalin hubungan yang lebih baik dengan dukun bayi, Puskesmas juga memberikan bingkisan sederhana saat hari lebaran. Selain itu Puskesmas Perampuan juga memberikan award bagi dukun bayi yang melakukan rujukan terbanyak. Tentu saja ini sebuah langkah menarik untuk membangun motivasi dukun bayi, bukan masalah materi yang diberikan, tetapi lebih kepada penghargaan dan pengakuan ‘petugas resmi pemerintah’ kepada mereka. Sebuah langkah yang humanis, me’manusia’kan kembali manusia.


Sebutir Vitamin yang Menggerakkan

Sudah sangat jamak bila partisipasi masyarakat (baca; ibu dan balita) di Posyandu sudah semakin menurun dari tahun ke tahun, dari hari ke hari. Kondisi ini semakin parah pada balita dengan usia 2 (dua) tahun ke atas yang merasa imunisasi sudah tuntas dilakukan, tidak ada lagi gunanya datang ke Posyandu yang cuman hanya untuk penimbangan saja. Tidak ada lagi sesuatu yang menarik dilakukan di Posyandu.

Solusi untuk men-sweeping sasaran balita door to door, dari rumah ke rumah, memang dirasa cukup efektif, tetapi menimbulkan konsekuensi yang menyita cukup banyak sumber daya Puskesmas. Sementara pelayanan di Puskesmas harus tetap berjalan. Bila sweeping dilakukan setiap kali, setiap bulan, tentu saja akan menjadi masalah tersendiri bagi Puskesmas.

Di wilayah Kabupaten Lombok Barat sendiri sebenarnya ‘Pekan Penimbangan’ dilakukan sebanyak 4 (empat) kali selama setahun. Pekan penimbangan dilakukan pada bulan Februari, Mei, Agustus, dan November. Dalam masa pekan penimbangan ini bila ada balita yang tidak hadir di Posyandu, maka hukumnya ‘wajib’ dilakukan sweeping untuk pencapaian cakupan D/S yang maksimal.

Konsep Posyandu sendiri sebenarnya juga menuntut partisipasi masyarakat untuk datang ke Pos Pelayanan. Konsep Posyandu seharusnya tidak dengan memanjakan masyarakat dengan petugas yang mendatangi door to door. Di sinilah letak ujian ‘pemberdayaan’ masyarakat oleh petugas kesehatan yang sebenar-benarnya. Karena Posyandu di wilayah Puskesmas Perampuan angka partisipasinya cukup rendah, bahkan di wilayah Desa Trong Tawa seringkali sweeping yang harus dilakukan mencapai lebih dari 50% sasaran. Tentu saja konsekuensi yang cukup berat. Meski untuk upaya sweeping ini petugas dibantu oleh kader Posyandu setempat.

Puskesmas Perampuan menyadari pentingnya Posyandu, yang sekaligus Posyandu menjadi sangat penting sebagai entry point atau pintu masuk bagi masalah lainnya terkait balita, yaitu gizi kurang maupun gizi buruk. Dalam sebuah pertemuan mini lokakarya rutin di Puskesmas, tercetuslah ide untuk memberikan vitamin bagi balita yang datang ke Posyandu. Diharapkan dengan hal tersebut, ada ‘sesuatu’ yang bisa menarik ibu dan balitanya ke Posyandu. Dengan tujuan besarnya adalah mengurangi sweeping.

Langkah kecil ini terlihat biasa saja, hanya memberikan balita ‘sebutir’ vitamin, tapi dampaknya sungguh luar biasa. Trend cakupan balita yang datang dan ditimbang di Posyandu meningkat drastis, dan stabil pada kisaran 90% ke atas, yang artinya sweeping untuk memenuhi kewajiban penimbangan untuk seluruh balita hanya menyisakan pekerjaan yang tidak mencapai 10% dari total sasaran.



Dari diagram di atas terlihat trend cakupan D/S yang cenderung mendekati angka 100% meski tidak sedang pada masa ‘Pekan Penimbangan. Sedang secara detail berdasarkan angka absolutnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


Sumber: Data Sekunder Puskesmas Perampuan
Angka di atas merupakan rekapitulasi dari seluruh Posyandu di wilayah Puskesmas Perampuan yang rekapitulasinya dilakukan sendiri oleh penulis dari laporan kegiatan Posyandu.

Katanya Puskesmas Perampuan bukan tergolong Puskesmas kaya? Kok bisa menyediakan vitamin tambahan untuk Posyandu? Berapa sih kebutuhan biayanya? Dengan hanya ‘sebutir’ vitamin, maka sebenarnya kebutuhan untuk menarik minat balita ini tidak banyak.
Puskesmas membeli vitamin merk Fitkom dalam botol yang berisi 30 butir yang di pasaran dalam kisaran harga Rp. 15.000,-, yang karena pembelian dalam jumlah besar Puskesmas Perampuan bisa mendapatkannya dengan harga Rp. 8.500,- per botolnya. Dengan sasaran dalam kisaran 3.000 balita, maka kebutuhan per bulan mencapai Rp. 850.000,-. Puskesmas memanfaatkan dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan) untuk pembelian vitamin ini.

“...untungnya ada BOK pak. Kalau tidak ada BOK puskesmas tidak bisa bergerak!”  kata Kepala Puskesmas Perampuan. Sebuah pemanfaatan dana BOK yang efektif dan sesuai dengan peruntukannya.

Dalam prakteknya di lapangan, pembagian vitamin ini juga dibarengi pembagian sirup vitamin Vical. Vitamin yang ini merupakan vitamin standar yang dibagikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat untuk seluruh Posyandu di wilayahnya.

“Setelah minum vitamin di Posyandu, anak saya makannya jadi kuat Bu. Dimana sih bu belinya vitamin itu (Vical)? kok saya mau membeli di apotek tidak ada...” tanya salah seorang ibu balita yang ikut datang ke Posyandu pada petugas yang mendampingi pelaksanaan Posyandu.

Efek domino ini tidak berhenti sampai di situ saja. Saat ini di wilayah Puskesmas Perampuan telah terbebas dari balita gizi buruk maupun gizi kurang. Sebuah kondisi yang pada awal tahun 2012 dan tahun-tahun sebelumnya sulit ditemui, yang pada akhirnya memaksa Puskesmas mengalihkan anggaran yang sebelumnya dianggarkan untuk penanggulangan gizi kurang/buruk menjadi anggaran untuk keperluan lainnya.

Dalam kesempatan lain, Kepala Puskesmas juga berusaha memenuhi adanya 3 (tiga) jenis petugas yang hadir di Posyandu, untuk menjamin bahwa Posyandu adalah benar-benar Pos Pelayanan ‘TERPADU’. Tiga petugas itu terdiri dari komponen bidan, perawat dan petugas gizi. Hal ini juga lah yang mampu membuat masyarakat yang datang membawa balitanya merasa terperhatikan, kesehatan anaknya benar-benar dipantau secara baik, dan konsultasi kesehatan bisa benar-benar berjalan dan dilakukan.

Untuk memperbaiki pencatatan dan pelaporan Posyandu, Puskesmas Perampuan juga melakukan perubahan form standar dari Dinas Kesehatan. Proses penyusunan form baru ini mengadopsi dari beberapa form laporan standar yang digabungkan menjadi satu untuk memudahkan proses pencatatannya. Langkah yang demikian ini dipikirkan dan dibuat bersama-sama saat rapat rutin Puskesmas.

Cerita manis soal Posyandu ini bukannya mulus tanpa masalah. Saat ini Puskesmas sedikit kelimpungan karena hampir 70% bidannya sedang sekolah, sehingga memerlukan manajemen yang cukup merepotkan. Hal ini juga masih ditambah dengan masalah Posyandu yang terkait masalah politis, dengan akan dimulainya babak baru pergantian kepala desa. Upaya kesehatan, sebuah upaya yang seringkali menemui kendala non teknis, yang seringkali justru tidak berhubungan dengan hal teknis kesehatan itu sendiri.


Mini Lokakarya yang Diperluas

Banyaknya kemajuan yang dicapai Puskesmas Perampuan tidaklah berarti bahwa tim Puskesmas bekerja sendirian. Hal ini juga terkait dengan dukungan dari banyak pihak di luar ‘orang’ kesehatan. Pelibatan sektor dan pihak lain dimasyarakat juga tak luput dari perhatian.

Pada bulan Juli 2012, Puskesmas Perampuan berinisiatif meluaskan keterlibatan banyak pihak dalam mini lokakaryanya. Tercatat ada Dikpora (Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga) Kecamatan, PLKB (Petugas Lapangan Keluarga Berencana), tokoh masyarakat, tokoh agama, kepala desa serta kader, yang jumlahnya mencapai 80 orang.

“Sebuah mini lokakarya terbesar yang pernah diselenggarakan di wilayah Lombok Barat,” aku staf petugas Dinas Kesehatan yang berkesempatan mensupervisi mini lokakarya tersebut.

Dalam mini lokakarya ini dihasilkan beberapa kesepakatan yang diharapkan dapat memberikan dampak sustainabilitas dari gerakan perubahan yang telah dan sedang dilakukan. Di antaranya adalah mengaktifkan kembali desa siaga, yang didalamnya mengatur kesepakatan terkait pemetaan dan pembagian pekerjaan.

“Kami bersepakat membagi pekerjaan. Puskesmas melakukan apa, desa melakukan apa, kader melakukan apa...” kata Kepala Puskesmas.

Dalam forum yang sama juga dilakukan upaya alternatif pembiayaan operasional Posyandu dengan melakukan pemetaan calon-calon donatur yang ada di wilayah setempat. Selain itu juga disepakati untuk mengaktifkan kembali pola lama jimpitan. Jimpitan berupa urunan segenggam beras atau kacang hijau, yang semua peruntukkannya untuk operasional Posyandu. Kacang hijau akan diolah menjadi bubur untuk PMT (Pemberian Makanan Tambahan), dan beras akan dikumpulkan untuk biaya operasionalnya.

Terakhir adalah ide dari Puskesmas Perampuan yang juga dilontarkan di forum tersebut, yaitu pengadaan odong-odong (kereta kelinci), untuk menarik dan tetap mempertahankan partisipasi masyarakat, terutama balita, di Posyandu. Saat ini sedang dihitung dan diupayakan kebutuhan biayanya, yang diprediksikan eksekusi pelaksanaannya pada akhir bulan November atau awal Desember tahun ini.

Ahh... ga sabar rasanya ingin bisa segera naik odong-odong ke Posyandu...!


-ADL-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar