by Jamshid Gharajedaghi
Bagian 1; Prinsip-prinsip Sistem (The Nature of the Beast)
Ada lima prinsip sistem yang berinteraksi membentuk keseluruhan dan kelima prinsip ini merupakan ciri inti sistem sosial yang bersifat multinalar (multiminded). Kelima prinsip itu adalah: keterbukaan (openness), kemanfaatan (purposefulness), elemen kebaruan (emergent properties), dan wawasan yang berlawanan dengan intuisi (counterintuitiveness).
Keterbukaan (Openness)
Perilaku living system hanya bisa dipahami dalam konteks interaksinya dengan lingkungan dimana dia berada. Sesungguhnya apapun hanya bisa dipahami dalam konteks hubungan relasional seperti ini. Misalnya, kajian-kajian serius tentang hakekat manusia, seperti kebebasan, nafsu kekuasaan, kerinduan akan kebahagiaan, tidak akan bisa dipahami dengan baik bila dipelajari secara terpisah dan terlepas dari konteks sosial-budayanya. Segala sesuatu tergantung dan terkait dengan sesuatu yang lain.
Akan tetapi sekalipun segala sesuatu tergantung pada yang lainnya, sesuatu itu tidaklah berada diluar pemahaman kita. Secara umum segala sesuatu itu bisa dikelompokkan menjadi dua kategori: elemen-elemen yang bisa dikontrol dan elemen-elemen yang tidak bisa dikontrol. Dari kedua kategori ini kita mendapatkan definisi operasional tentang konsep sistem, lingkungan (medium), dan batas (boundary) sistem. Jadi, sistem terdiri dari seperangkat variabel interaktif yang bisa “dikontrol” oleh para pelaku yang terlibat. Medium terdiri dari variabel-variabel, yang sekalipun mempengaruhi perilaku/ kinerja sistem, tidak bisa dikontrol olehnya. Boundary (batas) sistem adalah konstruksi subyektif yang dibuat/ dedifinisikan berdasarkan kepentingan, kemampuan dan atau otoritas pelaku yang terlibat.
Variabel-variabel lingkungan yang tidak bisa dikontrol tidak berarti kita tidak bisa berbuat apa-apa terhadapnya. Terhadap variabel-variabel ini ada variabel-variabel yang kita bisa pengaruhi, dimana kita bisa membuat pengaruh tertentu terhadapnya. Dengan kata lain variabel-variabel yang bisa dipengaruhi tersebut berada dalam ranah pengaruh kita (the sphere of influence). Apabila mengontrol berarti suatu tindakan dianggap perlu dan memadai (necessary and sufficient) sebagai syarat untuk menghasilkan tujuan yang diinginkan, maka dalam mempengaruhi, peristiwa (event) tidak bisa terjadi hanya dengan tindakan kita saja. Kita disini hanya berfungsi sebagai co-producer. Kategori variabel-variabel yang bisa dipengaruhi, berbeda dengan yang berada diluar pengaruh kita, membentuk ruang interaksi yang disebut lingkungan transaksi (transactional environment). Ranah ini penting difahami agar kita memiliki pemahaman yang baik akan perilaku sistem sosial. Yang ada dalam ranah ini adalah stakeholders penting dari sebuah sistem sosial: pelanggan, pemasok, pemilik, para bos, dan juga ironisnya adalah para anggota sistem sosial itu sendiri.
Dengan gambaran diatas perlahan-perlahan kita menyadari bahwa tidak banyak variable yang bisa kita kontrol, yang berada dalam the sphere of control kita. Misalnya, individu dalam sistem sosial kita, seperti juga seorang anak dalam sebuah keluarga, tidaklah sepenuhnya berada dalam kontrol kita, karena sesuatu hanya bisa terjadi bila dilakukan bersama. Dalam konteks ini kita hanyalah berfungsi sebagai co-producer. Individu adalah living sistem tersendiri dimana individu lainnya berfungsi sebagai lingkungannnya. Oleh karenanya orang lain bagi seseorang adalah potensial berada dalam ranah pengaruh dari orang tersebut. Implikasinya adalah anggota dalam sebuah institusi hanyalah berada dalam the sphere of influence dari para pengatur manajemen. mengelola sistem berarti mengelola lingkungan transaksionalnya, yaitu megelola ke atas. Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi variabel yang berada diluar kontrol kita.
Kemanfaatan (Purposefulness)
Untuk mempengaruhi individu di dalam lingkungan transaksional kita kita harus mengerti kenapa mereka melakukan apa yang mereka lakukan. Konsep memahami (understanding) berbeda dengan informasi dan pengetahuan. Informasi berhubungan dengan pertanyaan apa; pengetahuan dengan pertanyaan bagaimana; memahami dengan pertanyaan kenapa. Memiliki informasi tentang stakeholders saja tidaklah cukup. Untuk mempertahankan posisi kompetitif, kita harus memiliki pengetahuan, untuk mengetahui apa yang mereka lakukan. Untuk menjadi pemain yang efektif, kita harus memiliki pemahaman, untuk mempelajari kenapa mereka melakukan apa yang mereka lakukan.
Pertanyaan kenapa berhubungan dengan tujuan, dengan pilihan. Pilihan adalah hasil dari interaksi antara tiga dimensi: rasional, emosional, dan kultural. Pilihan rasional adalah wilayah minat/kepentingan pribadi (self-interest), atau kepentingan para pengambil keputusan. Pilihan rasional tidaklah selalu bijaksana. Ia hanya merefleksikan kepentingan para pengambil keputusan. Sementara itu, kebijaksanaan (wisdom) berkaitan dengan etika dan cara melihat konsekuensi-konsekuensi perbuatan dalam konteks kebersamaan (collectivity). Sebagai ilustrasi, ada sebuah cerita tentang proyek KB Ford Foundation di India. Russ Ackoff ketika berkunjung ke India bertemu dengan beberapa orang Amerika yang mencoba mengajarkan KB kepada orang-orang setempat. Mereka kelihatan frustrasi karena programnya tidak berhasil seperti yang mereka harapkan. Mereka mengatakan “ orang-orang India tidak rasional. Mereka mengetahui jumlah penduduk adalah musuh mereka nomor satu, dan disini kita mengajarkan mereka KB dan membagikan alat-alat kontrasepsi yang mereka butuhkan dan sebuah radio transistor sebagai hadiah. Tapi lihat apa yang terjadi. Mereka pulang, menyetel radio dan dengan musik yang mereka dengar mereka membuat anak.” Ackoff menjawab mereka bahwa perilaku mereka tidak bisa dikatakan tidak rasional, tetapi harus mencari penjelasan kenapa mereka berprilaku demikian. Ackoff kemudian membuka kliping koran New York Time dimana didalamnya ada berita tentang seorang wanita Brazil yang baru melahirkan anaknya yang ke 42. Terhadap berita ini, kepala proyek program KB tersebut berkomentar “kalau ini tidak bisa dikatakan tidak rasional, saya tidak tahu lagi apa yang bisa dikatakan tidak rasional itu.”
Russ kemudian berkomentar: “bila seorang perempuan bisa memiliki 42 anak, kenapa orang-orang India rata-rata memiliki 4,6 anak? Ini artinya mereka mengetahui bagaimana mengontrol kelahiran, tetapi tidak mau melakukannya. Mungkin anda sedang memecahkan problem yang salah.” Belakangan kita mengetahui bahwa ketika itu tidak ada jaminan sosial, tidak ada uang pensiun, dan tidak ada santunan bagi mereka yang tidak bekerja. Oleh karenanya memiliki 3 anak laki-laki secara otomatis bisa dianggap semacam sistem tabungan pensiun. Prioritas bagi pasangan suami istri adalah berfikir tentangan keamanan masa pensiunnya. Secara statistik memiliki 3 anak laki-laki berarti rata-rata kelahiran adalah 4,6. Maka tidaklah mengherankan bahwa mereka yang memiliki 3 anak laki-laki biasanya berhenti menginginkan anak lagi. Sekarang siapakah yang tidak rasional: orang India yang mendapatkan radio gratis ketika mengikuti ceramah KB? Atau orang-orang Ford Foundation yang mengira bisa membuat para pasangan usia subur untuk melepaskan keamanan masa pensiunnya dengan cara memberikan mereka sebuah radio transistor?
Pilihan emosional berada dalam ranah kegembiraan dan kegairahan. Kita melakukan banyak hal karena menarik dan menggairahkan, karena menantang. Bila anda mengalahkan saya sepuluh kali berturut-turut dalam permainan tennis, anda pasti tidak akan mau melawan saya di waktu yang akan datang. Anda akan mencari pemain lain yang memberikan tantangan lebih serius—yang ironisnya, orang yang justru memiliki peluang untuk mengalahkan anda. Bila kegairahan dalam menerima tantangan yang sesuai dengan kemampuan kita bukan merupan bagian dari kriteria kita dalam mengambil suatu keputusan, maka tentu hidup ini akan mejadi sangat membosankan. Dengan kata lain, membuat dan berusaha mencapai tujuan-tujuan yang bisa diinginkan adalah bagian alami dari eksistensi kita. Berbeda dengan pilihan rasional yang merefleksikan nilai-nilai instrumental dan ekstrinsik, dimensi emosional berhubungan dengan nilai-nilai intrinsik. Ia berkaitan dengan kegembiraan dan kepuasan yang berasal dari dalam dan untuk emosi itu sendiri. Pilihan rasional cenderung menghindari resiko, sedangkan pilihan emosional tidak. Resiko adalah ciri penting dan melekat dalam setiap keputusan emosional yang penuh tantangan dan kegairahan.
Kultur berkaitan dengan norma-norma etika kehidupan kolektif, dan nilai-nilai etika adalah elemen yang berpengaruh dalam proses pengambilan sebuah keputusan. Sistem sosial adalah sistem yang digerakkan oleh nilai-nilai; dengan kata lain tujuan dari sistem adalah untuk berjuang mencapai dan mempertahankan nilai-nilai. Karena nilai-nilai itu ada secara implisit dalam kultur, seseorang sering tidak menyadari bahwa ia sebenarnya memiliki pilihan-pilihan lain. Nilai-nilai default yang tidak kita sadari yang tertanam dalam ingatan kolektif kita seolah olah kita anggap sebagai realitas, dan akan tetap dianggap sebagai realitas kecuali kita bisa dengan penuh kesadaran mengadakan pengujian-pengujian.
Inti kemanfaatan (purposefulness) bisa dilihat dari perbedaan jenis-jenis perilaku sistem. Ackoff membagi jenis perilaku menjadi tiga: reaksi, respons, dan aksi. Reaksi adalah perilaku sistem yang disebabkan semata-mata oleh lingkungan. Jadi reaksi adalah suatu peristiwa yang secara deterministik disebabkan oleh peristiwa (event) yang lain. Respon adalah suatu peristiwa yang tidak sepenuhnya ditentukan oleh event yang lain. Kehadiran peristiwa yang lain itu penting, tetapi tidak cukup untuk melahirkan suatu peristiwa. Jadi respon adalah suatu kejadian dimana sistem bertindak sebagai co-producer; bertindak sebagai coproducer yang lain adalah peristiwa lain dalam lingkungan. Aksi adalah perilaku sistem dimana perubahan yang terjadi di lingkungan tidak harus dan tidak cukup sebagai pemicu. Jadi aksi adalah peristiwa yang ditentukan sendiri oleh sistem sehingga tindakan yang muncul bersifat otonom.
Perilaku sistem yang bersifat reaktif, responsif dan aktif berhubungan dengan ciri-ciri sistem yang bersifat mengatur diri sendiri (self-maintaning), mencari tujuan (goal seeking), dan bermanfaat (purposeful). A state-maintaning system adalah sistem yang karena struktur internalnya mampu memberikan reaksi terhadap perubahan-perubahan ekternal untuk menjaga stabilitas sistem terhadap kondisi lingkungan yang berbeda-beda. Contoh dari sistem seperti ini adalah sistem pemanas ruangan, dimana sebuah alat kontrol internal akan menghidupkan sistem ketika temperatur ruangan berada dibawah level yang diinginkan, dan akan mati bila temperaturnya berada diatas batas yang diinginkan. A goal-seeking system adalah living system yang mampu merespon dengan cara yang berbeda terhadap kejadian-kejadian yang berbeda didalam lingkungan yang sama atau berbeda sehingga menghasilkan keadaan-keadan tertentu. Keadaan-keadaan tertentu (state) inilah yang menjadi tujuan sistem. Sistem jenis ini hanya memiliki pilihan-pilihan yang berhubungan dengan cara/alat (means), tidak berhubungan dengan tujuan-tujuan. Respon bersifat manasuka (voluntary), sedangkan reaksi bersifat otomatis, tidak bersifat mana suka. Misalnya binatang bisa mendapatkan makanannya dengan cara yang berbeda pada lingkungan yang sama atau berbeda-beda.
A purposeful system adalah sistem yang mampu mencapai tidak saja hasil-hasil yang sama dengan cara yang berbeda dalam lingkungan yang sama, tapi juga hasil-hasil yang berbeda baik di lingkungan yang sama maupun yang berbeda. Sistem jenis ini bisa merubah tujuan-tujuannya dalam kondisi-kondisi yang tidak berubah. Kemampuan merubah tujuan-tujuan dalam kondisi yang konstan ini terkait dengan konsep kehendak bebas (free will) atau kebebasan (freedom), seperti kemampuan yang dimiliki manusia. Pilihan mengandaikan adanya kemampuan, kemampuan untuk berbuat (the power-to-do). Kebebasan tanpa kemampuan hanyalah dalil yang hampa. Sistem manusia tidak saja memiliki kemampuan untuk belajar, beradaptasi, tetapi juga memiliki kemampuan untuk berkreasi. Jadi purposeful system memiliki ketiga jenis perilaku diatas.
Multidimensionality
Multidimensionalitas mungkin salah satu diantara prinsip systems thinking yang sangat penting, karena berkaitan dengan kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan secara komplementer pada kecenderungan-kecenderungan yang berlawanan, dan dengan kemampuan untuk menciptakan keseluruhan dengan bagian-bagian yang tak mungkin (feasible). Selama ini biasanya kecendrungan-kecendrungan yang berlawanan didekati dengan kerangka zero-sum game, yang sering berakibat semakin memperkuat keyakinan bahwa segala sesuatu terdiri dari pasangan-pasangan yang berlawanan. Dalam konteks zero-sum game, kecendrungan-kecendrungan yang berbeda diformulasikan melalui dua cara yang berbeda.
Pertama, kecendrungan yang bertentangan dilihat sebagai dua entitas yang secara ekslusif berbeda. Konflik seperti ini sering diekspresikan secara dikotomis, seperti X atau bukan X. Bila X benar, maka bukan X pastilah salah. Hubungan keduanya bersifat atau, yaitu suatu perjuangan yang bersifat kalah atau menang dengan keharusan moral untuk menang, dan peluang untuk kalah, yang bila kalah biasanya dianggap salah, harus diminimalkan atau dihilangkan. Kedua, kecendrungan yang berlawanan diformulasikan sedemikian rupa seolah olah keduannya berada dalam suatu kontinuum. Antara warna hitam dan warna putih terdapat ribuan warna bayangan abu-abu. Ini berkaitan dengan solusi kompromi atau resolusi konflik. Kompromi adalah titik frustrasi, suatu perjuangan menerima dan memberi.. Tergantung tingkat ketegangan yang terjadi, permainan bisa mereda untuk sementara. Titik kompromi terdiri dari adonan yang tidak stabil, yang biasanya terdiri dari dua unsur yang ekstrim. Ketika struktur kekuasaan berubah, maka ketika itu posisi kompromi juga bisa berubah.
Perjuangan terus menerus antara kelompok yang melihat keharusan-keharusan (necessities) yang berbeda ketika berhubungan dengan realitas sosial---urgensi disektor produksi lawan urgensi disektor distribusi; keinginan untuk membela hak-hak korban lawan hak-hak tertuduh; kebutuhan untuk menjaga lingkungan lawan hak-hak individual untuk mencari penghidupan----adalah manisfestasi dari kebutuhan mendesak untuk mengembangkan kerangka konseptual yang baru. Kelihatannya abad kita adalah abad penuh paradox.. Seperti yang disinyalir oleh Boulding, terdapat sekelompok orang yang takut akan kebebasan, karena dengan kebebasan akan muncul anarki; sementara kelompok lainnya takut akan keadilan karena mereka khawatir akan muncul tirani. Perhatikan misalnya hubungan antara nilai keamanan (security) dan kebebasan (freedom). Seseorang tidak akan bisa merasa bebas bila tidak ada rasa keamanan; sebaliknya ia tidak akan merasa aman bila ia tidak merasakan adanya kebebasan. Mungkin kebebasan, keadilan, dan keamanan adalah tiga aspek dari hal yang sama, dan tidak bisa dipisah dan dipilih satu persatu.
Jadi diperlukan kerangka wawasan baru yang bersifat komplementer, yang mampu mengisi atau memilih keseluruhannya. Prinsip multidimensionalitas mengharuskan bahwa tendensi-tendensi yang berlawanan tidak saja harus hadir berdampingan (co-exist) dan berinteraksi, tetapi juga membentuk hubungan yang bersifat komplementer. Hubungan komplementer tidak diikat secara berpasangan, karena lebih dari dua variabel bisa membentuk hubungan yang komplementer. Kesalingketergantungan terhadap tendensi-tendensi yang berlawanan bercirikan bentuk hubungan dan, bukan atau. Ini berarti bahwa setiap kecendrungan direpresentasikan pada dimensi yang berbeda, sehingga menghasilkan skema multidimensional dimana didalamnya hubungan low/low dan high/high, disamping low/high dan high/low terdapat kemungkinan yang kuat. Formulasi ini ternasuk non-zero-sum, dimana kehilangan disatu sisi tidak harus berarti kemenangan di sisi lain. Sebaliknya, kedua kecendrungan yang berlawanan dapat naik atau turun turun secara simultan.
Dengan menggunakan representasi multidimensional, kita dapat melihat bagaimana kecenderungan-kecenderungan yang yang tadinya dilihat secara dikotomis dapat berinteraksi dan diintergasikan ke dalam kerangka konseptual yang baru. Dengan menambahkan dimensi-dimensi baru dimungkinkan ditemukan kerangka baru dimana seperangkat kecendrungan yang berbeda dapat diinterpretasikan berada dalam satu kesatuan dengan logikanya tersendiri.
Dalam logika klasik, kontradiksi terjadi relatif pada domain tertentu. Dengan menambah satu dimensi kita memperluas domain yang ada dan merubah kontradiksi menjadi komplementaritas. Mari kita perhatikan konsep topologi. Asalkan kita menyadari asumsi-asumsi dan keterbatasannya, topologi bisa memperlihatkan bagaimana perilaku sistem yang multidimensional bisa menunjukkan perbedaan yang signifikan tergantung dari dimensi yang mana yang diberikan penekanan. Misalnya, interaksi yang menunjukkan kepedulian yang tinggi terhadap aspek perubahan dan kepedulian yang tinggi terhadap stabilitas memperlihatkan gambaran perilaku yang berbeda dengan interaksi yang menunjukkan kepedulian yang tinggi pada aspek perubahan, tetapi kepedulian yang rendah terhadap stabilitas, atau sebaliknya kepedulian yang tinggi pada stabilitas, tapi kepedulian yang rendah pada aspek perubahan..
Kepedulian yang high/high menunjukkan perilaku sistem yang matang, dimana sistem itu mempertahankan stabilitas dalam perubahan. Interaksi yang berkaitan dengan low/high menunjukkan perilaku yang radikal yang selalu mencari perubahan dengan resiko apapun. Perilaku yang muncul bisa reaksioner atau progresif tergantung pada arah perubahan yang diinginkan. Sebaliknya intraksi high/low memperlihatkan keadaan yang konservatif, untuk mempertahankan status quo, dan oleh karenannya memiliki kecenderungan pada regulasi dan kompromi. Tetapi hubungan low/low bersifat anarki, dimana kepedulian terhadap perubahan dan stabilitas sama-sama rendah. Oleh karenanya, dengan kombinasi kepedulian yang berbeda, perilaku sistem yang akan muncul akan berbeda.
Pluralitas fungsi, struktur, dan proses
Sejalan dengan prinsip multidimensionalitas adalah konsep pluralitas. Pada pluralitas fungsi, struktur dan proses adalah inti dari teori pembangunan sistem. Ia berhubungan dengan bagaimana interaksi yang high/high menjadi suatu kemungkinan. Pluralitas berarti bahwa sebuah sistem memiliki berbagai struktur, berbagai fungsi, dan diatur dalam berbagai proses. Ini antitesis dari pandangan klasik bahwa sistem memiliki satu struktur, satu fungsi, dan berada dalam satu bentuk hubungan sebab-akibat yang tunggal.
Pluralitas Fungsi. Sistem dapat memiliki fungsi yang beragam, baik yang dinyatakan secara eksplisit maupun tidak. Misalnya, mobil disamping berfungsi sebagaialat alat transportasi, ia secara implisit bisa berfungsi sebagai alat identifikasi diri (status). Bagi banyak orang mobil bisa mengisyaratkan gaya hidup pemiliknya dan bisa memiliki nilai kesombongan (snob) tertentu. Perusahaan bagi para wirausahawan adalah sebuah tantangan untuk menciptakan sistem yang menang dalam bersaing; bagi para profesional, perusahaan bisa berfungsi sebagai ajang perebutan kekuasaan. Jadi organisasi memiliki fungsi yang beragam, yang bisa berfungsi utuk menghasilkan dan mendistribusikan kekayaan, kekuasaan, dan tantangan. Para aktor di perusahaan, tergantung mindset mereka atau peran yang diberikan, sering hanya melihat hanya satu dari fungsi-fungsi ini yang bersifat utama dan penting. Inilah sebuah kesalahan yang kira-kira sama dengan dokter yang berhasil melakukan operasi, tetapi pasiennya meninggal dunia.
Pluralitas Struktur. Struktur berkaitan dengan komponen dan hubungan-hubungan antar komponen. Pluralitas dalam struktur artinya komponen dan hubungan-hubungan antar komponen bersifat beragam. Manusia, misalnya, memiliki hubungan-hubungan yang beragam antar satu dengan yang lainnya sehingga membentuk tipe struktur interaksi tertentu (sistem sosial). Interaksi antar para aktor yang memiliki tujuan-tujuan dalam sebuah kelompok bisa terdiri dari berbagai bentuk. Para pelaku bisa berinteraksi dalam bentuk kerja dengan kelompok tertentu, kompetisi dengn kelompok lainnya, dan konflik dengan kelompok yang lainnya lagi, yang semuanya ini bisa terjadi dalam waktu yang bersamaan. Juga para angota sistem sosial belajar dan dewasa dalam perkembangan waktu, dan oleh karenannya mereka semakin beragam. Akibatnya terdapat jaringan interaksi dari anggota yang beragam dengan berbagai tipe hubungan yang terus menerus berlangsung.
Pluralitas Proses. Prinsip kausalitas klasik menyatakan bahwa kondisi awal yang serupa menghasilkan hasil yang serupa, dan sebaliknya, hasil-hasil yang tidak sama disebabkan oleh perbedaan pada kondisi awal.Oleh karenya, pada struktur tertentu perilaku sistem dapat sepenuhnya diprediksi dan keadaan masa datang tergantung pada kondisi-kondisi awal dan hukum-hukum yang mengatur transformasinya (determinisme).
Bertalanffy, ketika menganalisa unsur-unsur self-regulasi dari sistem biologi, memperkenalkan konsep equifinality. Keadaan akhir bisa dicapai melalui berbagai rute perkembangan. Buckley menawarkan konsep yang lebih radikal, yaitu multifinality: kondisi-kondisi awal yang sama bisa menghasilkan hasil akhir yang tidak sama. Jadi proseslah, bukan kondisi awal, yang mempengaruhi keadaan-keadaan dimasa mendatang. Konsekuensinya, fenomena sosial harus dilihat sebagai hasil akhir dari seperangkat proses-proses interaktif antar komponen.
Elemen Kebaruan (Emergent properties)
Saya memiliki perasaan cinta, tetapi tidak ada dari bagian-bagian tubuh saya yang bisa mencintai. Cinta tidak menampakkan dirinya dalam salah satu dari panca indra kita. Ia tidak memiliki warna, aroma, atau suara. Ia tidak bisa disentuh atau dicicipi. Fenomena cinta tidak sesuai dengan diskripsi klasik, yaitu sebagai properti. Fenomena sejenis, selain cinta, antara lain: kebahagiaan, keberhasilan, kegagalan dll. Fenomena seperti ini disebut emergent properties. Emergent properties adalah elemen kebaruan yang muncul dari totalitas sistem, yang tidak bisa dikaitkan dengan fungsi dari komponen-komponen sistem tertentu. Ia adalah hasil dari interaksi semua komponen sistem, dan penyebab munculnya tidak bisa lagi dilacak ke bagian-bagian tertentu dari sistem. Emergent properties tidak bisa diukur; yang bisa diukur hanyalah perwujudannya. Emergent properties juga tidak bisa dianalisa, dan tidak bisa di”manipulasi” dengan alat-alat analisa tertentu. Ia juga tidak tekait dengan penjelasan-penjelasan kausalitas. Perhatikan misalnya fenomena hidup (life); fenomena hidup tidak bisa dianalisa dengan mengidentifikasi suatu penyebab tertentu. Mencoba memahami fenomena emergent properties dengan menggunakan pendekatan analitik pasti akan mengalami kegagalan.
Seperti telah disingung di atas, emergent properties adalah produk dari interaksi antar komponen. Konsep interaksi mengandung makna suatu proses dinamis yang melahirkan keadaan yang tergantung pada waktu. Dengan kata lain, emergent properties adalah fenomena yang diproduksi terus menerus online dan in real time. Oleh karenannya cinta, kebahagiaan, kegagalan dll. bukanlah proposisi sekali jadi dan terus menerus menjadi; ia harus terus menerus diproduksi ulang karena emergent properties selalu muncul, melekat dan bersama proses-proses interaksi antar komponen, dan akan hilang bila proses interaksi itu berhenti. Ia bukanlah entitas yang terpisah-pisah dan bisa disimpan dan dimunculkan ketika dibutuhkan. Itulah sebabnya fenomena kebahagiaan, cinta dan lain lain bisa datang dan pergi tergantung kualitas interaksi yang memungkinkan emergent properties itu muncul.
Jadi bila emergent properties adalah hasil spontan dari proses-proses yang sedang berlangsung, maka untuk memahaminya kita harus memahami proses-proses interaktif yang melahirkannya. Kematian adalah fenomena alamiah; tetapi tetap bertahan hidup adalah suatu fenomena yang menakjubkan. Untuk bertahan hidup dibutuhkan interaksi terus menerus dari ratusan bahkan ribuan proses didalam tubuh kita yang tidak boleh berhenti barang sesaat untuk istirahat. Mereka yang mencoba menerangkan fenomena kehidupan sebagai suatu kebetulan tertentu tidak mengerti apa yang sedang ia bicarakan.
Bila keberhasilan adalah emergent properties, maka haruslah berkaitan dengan pengelolaan interaksi, bukan pengelolaan aksi. Team yang terdiri dari para bintang (all-star team) tidaklah selalu menjadi team yang terbaik. Apa yang menjadi ciri sebuah team yang baik bukan saja kualitas dari para pemainnya, tetapi terutama kualitas interaksi antar para pemainnya. Kesesuaian antara anngota dan adanya interaksi imbal-balik yang saling menguatkan akan melahirkan semacam resonansi, sebuah kekuatan yang melebihi totalitas kekuatan masing-masing anggota.
Telah disinggung di atas bahwa emergent properties tidak bisa diukur secara langsung. Ia harus diukur melalui manifestasi-manifestasinya. Akan tetapi mengukur manifestasi seperti ini sering problematis. Misalnya, bila kita mengukur frekuensi menelpon sebagai ukuran apakah seseorang itu sedang dalam jatuh cinta (emergent properties), maka kegiatan menelpon itu bisa dibuat-buat. Kita bisa dengan mudah menelpon berkali-kali tanpa harus berarti bahwa kita betul-betul dalam keadaan jatuh cinta. Hal yang sama juga terjadi dengan organisasi. Salah satu perwujudan dari keberhasilan orgasisasi/perusahaan adalah pertumbuhan /perkembangan. Bila perusahaan berhasil sangat boleh jadi ia akan tumbuh/berkembang. Tetapi bila perusahaan berkembang tidaklah secara otomatis berarti ia berhasil. Perusahaan bisa berkembang dengan dibuat-buat, atau dengan akuisisi-akuisisi tertentu yang tidak masuk akal. Dua ekor ayam tidak bisa menjadi satu ekor burung elang. Itulah sebenarnya yang terjadi pada banyak perusahaan yang nampak sedang berkembang, yang sebenarnya sedang merusak dirinya.
Counterintuitiveness
Dinamika sosial dicirikan dengan perilaku yang bertentangan dengan intuisi dan daya nalar (common sense). Kompleksitasnya berada diluar jangkauan analisa dengan metode ilmiah konvensional. Konterintuisi berarti tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk mendapatkan hasil-hasil yang diinginkan bisa berakibat sebaliknya. Sesuatu bisa menjadi bertambah buruk sebelum terjadi perbaikan. Untuk melihat hakekat counterintuitiveness kita harus mengerti konsekuensi-konsekuensi praktis dari pernyataan-pernyataan berikut:
q Sebab dan akibat bisa memisah, baik dilihat dari perspektif waktu maupun tempat. Suatu kejadian yang terjadi pada waktu dan tempat tertentu sering memiliki efek tunda, yang memberikan dampak tertentu di waktu yang berbeda dan ditempat yang berbeda.
q Sebab dan akibat bisa saling mengganti, yang memperlihatkan hubungan-hubungan yang bersifat saling berpaut (sirkuler).
q Suatu kejadian bisa melahirkan efek ganda. Sewaktu-waktu hal-hal yang dianggap penting atau urutan kepentingan (order of importance) bisa berubah-ubah.
q Seperangkat variabel yang awalnya memainkan peranan penting dalam melahirkan efek tertentu bisa dirubah dengan seperangkat variabel yang lain di waktu yang berbeda. Menghilangkan penyebab awal tidak selalu berarti berhasil merubah efek yang diinginkan.
Memperluas sistem kesejahteraan (welfare system) untuk mengurangi jumlah keluarga miskin dalam masyarakat bisa, secara counterintuitive, justru bisa semakin menambah keluarga miskin. Meningkatkan kesejahteraan biasanya memerlukan penambahan sumber-sumber, yang akhirnya berarti perlu menaikkan pajak. Kenaikan pajak bisa mendorong para investor dan orang-orang kaya untuk pindah keluar, yang berakibat berkurangnya pendapatan yang diharapkan. Lebih lagi, semakin menarik sistem kesejahteraan yang diberikan, maka akan semakin membuat lebih banyak keluarga miskin tertarik datang ke wilayah itu. Sistem kesejahteraan yang baru juga bisa memberi pesan salah kepada para penerima, yaitu bisa diartikan mengurangi insentif untuk bekerja, karena tanpa bekerja mereka sudah mendapatkan santunan, dan ini berarti akan berarti semakin menambah beban pengangguran terhadap sistem yang sudah berlebih-beban (overloaded). Menaikkan biaya, ditambah dengan pengurangan pendapatan, menjadi resep bagi sebuah bencana.
Untuk melihat bagaimana sebuah event/tindakan bisa melahirkan efek ganda/banyak, bisa kita lihat kasus kebiasaan merokok. Untuk jangka pendek merokok bisa mengurangi stres yang dialami, dan oleh karenannya bagus untuk jantung. Merokok juga bisa mempertahankan berat badan, yang berdampak baik juga untuk kesehatan jantung. Tetapi untuk jangka panjang merokok memperkuat arteries dan merusak paru-paru, yang pada akhirnya akan merusak jantung.
Dimuka telah dikatakan bahwa multifinality menolak prinsip kausalitas klasik, dan mengatakan bahwa proses, bersama dengan kepastian, kebetulan, dan pilihan, bertanggung jawab mempengaruhi terjadinya keadaan masa datang. Artinya, untuk memahami konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang dari suatu perbuatan, dalam keseluruhan, diperlukan model dinamis untuk mempetakan hakekat sistem yang non-linear dan multi-loop. Model ini harus mampu menangkap interaksi yang relevan dari variabel-variabel penentu serta waktu yang diperlukan dalam proses tersebut. Pendekatan ini berbeda dengan pendekatan konvensional dimana kesalahan dalam membuat korelasi-korelasi sederhana mengakibatkan timbulnya misinformasi yang muncul terus menerus.
Sifat ke-tidak-intuitif-an dari sistem sosial bisa lebih jauh kita lihat dari pengamatan berikut:
q Sistem sosial memiliki kecenderungan perulangan dan mereproduksi penyelesaian yang bukan penyelesaian (nonsolutions) secara berulang-ulang. Sistem cendrung konservatif dan menolak perubahan. Perasaan nyaman akan hal-hal yang biasa kita lakukan, ditambah dengan ketakutan akan hal-hal yang belum kita kenal, membentuk kekuatan yang membuat kita semakin sulit untuk melakukan perubahan. Bisa jadi orang merasa tertarik pada ide baru dan ingin membantu merealisasikannya dengan sepenuh hati. Tetapi ketika ide tersebut mendekati penerapan, muncullah keraguan dan rasa tidak aman. Para pendukung ide tanpa sadar menghambat usaha perubahan yang dilakukan. Para atasan merasa terancam akan kehilangan sesuatu. Akhirnya para penggagas ide merasa kesepian karena menyadari bahwa mereka sedang bergerak sendirian.
q Perbedaan tingkatan bisa melahirkan perbedaan jenis. Prinsip yang umumnya diterima dalam sistem dinamik adalah perubahan-perubahan kuantitatif, setelah melampaui titik kritis tertentu, akan memberikan dampak pada perubahan-perubahan kualitatif. Akibatnya perubahan pada tingkatan (degree) tertentu akan melahirkan perubahan pada jenis (kind) tertentu. Ketika keadaan sebuah sistem tergantung pada seperangkat variabel tertentu, perubahan kuantitatif pada satu variabel melampaui titik tertentu akan melahirkan perubahan fase ( a change of phase) dalam sistem tersebut. Perubahan jenis ini adalah perubahan kualitatif, karena memperlihatkan seperangkat hubungan-hubungan baru yang menyeluruh dari semua variabel yang terlibat. Misalnya, gaya hidup saya (keadaan sistem/state of system) sangat tergantung pada penghasilan saya. Bila misalnya penghasilan saya tiba-tiba berubah dari $1,000 sebulan menjadi $100,000, maka pasti akan merubah dan mempengaruhi pola hidup saya; perubahan yang dihasilkannya akan bersifat kualitatif. Tingkat penghasilan yang bisa merubah pola hidup secara kualitatif akan berbeda dari satu orang ke orang lain; tetapi yang penting adalah terdapat tingkat/level tertentu yang disebut “inflection point”dimana perubahan kualitatif akan terjadi.
q Penyesuaian secara pasif terhadap lingkungan yang sedang rusak adalah jalan menuju kehancuran. Katak bila tiba-tiba dilempar kedalam air yang sedang mendidih akan berontak dan berusaha meloncat keluar. Tetapi bila anda menaruh katak yang sama di dalam air hangat yang kemudian secara perlahan-lahan anda panaskan sehingga mendidih, katak itu tidak akan meronta dan menyerahkan diri menuju kematian. Hal yang sama biasa terjadi pada sistem sosial. Kemampuan untuk beradaptasi secara gradual terhadap lingkungan yang berubah bisa menjadi bencana bila adaptasi itu dilakukan terhadap lingkungan yang rusak. Sesungguhnya kematian perlahan-lahan lebih sering terjadi dibandingkan dengan kematian tiba-tiba. Adaptasi pasip terhadap lingkungan yang rusak akan kehilangan kekuatan dan kemampuan untuk berbuat, ketika akhirnya menyadari problem yang sesungguhnya sedang terjadi. Saat itu segala sesuatu telah terlambat, dan kematian telah menunggu.
Bagian 1; Prinsip-prinsip Sistem (The Nature of the Beast)
Ada lima prinsip sistem yang berinteraksi membentuk keseluruhan dan kelima prinsip ini merupakan ciri inti sistem sosial yang bersifat multinalar (multiminded). Kelima prinsip itu adalah: keterbukaan (openness), kemanfaatan (purposefulness), elemen kebaruan (emergent properties), dan wawasan yang berlawanan dengan intuisi (counterintuitiveness).
Keterbukaan (Openness)
Perilaku living system hanya bisa dipahami dalam konteks interaksinya dengan lingkungan dimana dia berada. Sesungguhnya apapun hanya bisa dipahami dalam konteks hubungan relasional seperti ini. Misalnya, kajian-kajian serius tentang hakekat manusia, seperti kebebasan, nafsu kekuasaan, kerinduan akan kebahagiaan, tidak akan bisa dipahami dengan baik bila dipelajari secara terpisah dan terlepas dari konteks sosial-budayanya. Segala sesuatu tergantung dan terkait dengan sesuatu yang lain.
Akan tetapi sekalipun segala sesuatu tergantung pada yang lainnya, sesuatu itu tidaklah berada diluar pemahaman kita. Secara umum segala sesuatu itu bisa dikelompokkan menjadi dua kategori: elemen-elemen yang bisa dikontrol dan elemen-elemen yang tidak bisa dikontrol. Dari kedua kategori ini kita mendapatkan definisi operasional tentang konsep sistem, lingkungan (medium), dan batas (boundary) sistem. Jadi, sistem terdiri dari seperangkat variabel interaktif yang bisa “dikontrol” oleh para pelaku yang terlibat. Medium terdiri dari variabel-variabel, yang sekalipun mempengaruhi perilaku/ kinerja sistem, tidak bisa dikontrol olehnya. Boundary (batas) sistem adalah konstruksi subyektif yang dibuat/ dedifinisikan berdasarkan kepentingan, kemampuan dan atau otoritas pelaku yang terlibat.
Variabel-variabel lingkungan yang tidak bisa dikontrol tidak berarti kita tidak bisa berbuat apa-apa terhadapnya. Terhadap variabel-variabel ini ada variabel-variabel yang kita bisa pengaruhi, dimana kita bisa membuat pengaruh tertentu terhadapnya. Dengan kata lain variabel-variabel yang bisa dipengaruhi tersebut berada dalam ranah pengaruh kita (the sphere of influence). Apabila mengontrol berarti suatu tindakan dianggap perlu dan memadai (necessary and sufficient) sebagai syarat untuk menghasilkan tujuan yang diinginkan, maka dalam mempengaruhi, peristiwa (event) tidak bisa terjadi hanya dengan tindakan kita saja. Kita disini hanya berfungsi sebagai co-producer. Kategori variabel-variabel yang bisa dipengaruhi, berbeda dengan yang berada diluar pengaruh kita, membentuk ruang interaksi yang disebut lingkungan transaksi (transactional environment). Ranah ini penting difahami agar kita memiliki pemahaman yang baik akan perilaku sistem sosial. Yang ada dalam ranah ini adalah stakeholders penting dari sebuah sistem sosial: pelanggan, pemasok, pemilik, para bos, dan juga ironisnya adalah para anggota sistem sosial itu sendiri.
Dengan gambaran diatas perlahan-perlahan kita menyadari bahwa tidak banyak variable yang bisa kita kontrol, yang berada dalam the sphere of control kita. Misalnya, individu dalam sistem sosial kita, seperti juga seorang anak dalam sebuah keluarga, tidaklah sepenuhnya berada dalam kontrol kita, karena sesuatu hanya bisa terjadi bila dilakukan bersama. Dalam konteks ini kita hanyalah berfungsi sebagai co-producer. Individu adalah living sistem tersendiri dimana individu lainnya berfungsi sebagai lingkungannnya. Oleh karenanya orang lain bagi seseorang adalah potensial berada dalam ranah pengaruh dari orang tersebut. Implikasinya adalah anggota dalam sebuah institusi hanyalah berada dalam the sphere of influence dari para pengatur manajemen. mengelola sistem berarti mengelola lingkungan transaksionalnya, yaitu megelola ke atas. Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi variabel yang berada diluar kontrol kita.
Kemanfaatan (Purposefulness)
Untuk mempengaruhi individu di dalam lingkungan transaksional kita kita harus mengerti kenapa mereka melakukan apa yang mereka lakukan. Konsep memahami (understanding) berbeda dengan informasi dan pengetahuan. Informasi berhubungan dengan pertanyaan apa; pengetahuan dengan pertanyaan bagaimana; memahami dengan pertanyaan kenapa. Memiliki informasi tentang stakeholders saja tidaklah cukup. Untuk mempertahankan posisi kompetitif, kita harus memiliki pengetahuan, untuk mengetahui apa yang mereka lakukan. Untuk menjadi pemain yang efektif, kita harus memiliki pemahaman, untuk mempelajari kenapa mereka melakukan apa yang mereka lakukan.
Pertanyaan kenapa berhubungan dengan tujuan, dengan pilihan. Pilihan adalah hasil dari interaksi antara tiga dimensi: rasional, emosional, dan kultural. Pilihan rasional adalah wilayah minat/kepentingan pribadi (self-interest), atau kepentingan para pengambil keputusan. Pilihan rasional tidaklah selalu bijaksana. Ia hanya merefleksikan kepentingan para pengambil keputusan. Sementara itu, kebijaksanaan (wisdom) berkaitan dengan etika dan cara melihat konsekuensi-konsekuensi perbuatan dalam konteks kebersamaan (collectivity). Sebagai ilustrasi, ada sebuah cerita tentang proyek KB Ford Foundation di India. Russ Ackoff ketika berkunjung ke India bertemu dengan beberapa orang Amerika yang mencoba mengajarkan KB kepada orang-orang setempat. Mereka kelihatan frustrasi karena programnya tidak berhasil seperti yang mereka harapkan. Mereka mengatakan “ orang-orang India tidak rasional. Mereka mengetahui jumlah penduduk adalah musuh mereka nomor satu, dan disini kita mengajarkan mereka KB dan membagikan alat-alat kontrasepsi yang mereka butuhkan dan sebuah radio transistor sebagai hadiah. Tapi lihat apa yang terjadi. Mereka pulang, menyetel radio dan dengan musik yang mereka dengar mereka membuat anak.” Ackoff menjawab mereka bahwa perilaku mereka tidak bisa dikatakan tidak rasional, tetapi harus mencari penjelasan kenapa mereka berprilaku demikian. Ackoff kemudian membuka kliping koran New York Time dimana didalamnya ada berita tentang seorang wanita Brazil yang baru melahirkan anaknya yang ke 42. Terhadap berita ini, kepala proyek program KB tersebut berkomentar “kalau ini tidak bisa dikatakan tidak rasional, saya tidak tahu lagi apa yang bisa dikatakan tidak rasional itu.”
Russ kemudian berkomentar: “bila seorang perempuan bisa memiliki 42 anak, kenapa orang-orang India rata-rata memiliki 4,6 anak? Ini artinya mereka mengetahui bagaimana mengontrol kelahiran, tetapi tidak mau melakukannya. Mungkin anda sedang memecahkan problem yang salah.” Belakangan kita mengetahui bahwa ketika itu tidak ada jaminan sosial, tidak ada uang pensiun, dan tidak ada santunan bagi mereka yang tidak bekerja. Oleh karenanya memiliki 3 anak laki-laki secara otomatis bisa dianggap semacam sistem tabungan pensiun. Prioritas bagi pasangan suami istri adalah berfikir tentangan keamanan masa pensiunnya. Secara statistik memiliki 3 anak laki-laki berarti rata-rata kelahiran adalah 4,6. Maka tidaklah mengherankan bahwa mereka yang memiliki 3 anak laki-laki biasanya berhenti menginginkan anak lagi. Sekarang siapakah yang tidak rasional: orang India yang mendapatkan radio gratis ketika mengikuti ceramah KB? Atau orang-orang Ford Foundation yang mengira bisa membuat para pasangan usia subur untuk melepaskan keamanan masa pensiunnya dengan cara memberikan mereka sebuah radio transistor?
Pilihan emosional berada dalam ranah kegembiraan dan kegairahan. Kita melakukan banyak hal karena menarik dan menggairahkan, karena menantang. Bila anda mengalahkan saya sepuluh kali berturut-turut dalam permainan tennis, anda pasti tidak akan mau melawan saya di waktu yang akan datang. Anda akan mencari pemain lain yang memberikan tantangan lebih serius—yang ironisnya, orang yang justru memiliki peluang untuk mengalahkan anda. Bila kegairahan dalam menerima tantangan yang sesuai dengan kemampuan kita bukan merupan bagian dari kriteria kita dalam mengambil suatu keputusan, maka tentu hidup ini akan mejadi sangat membosankan. Dengan kata lain, membuat dan berusaha mencapai tujuan-tujuan yang bisa diinginkan adalah bagian alami dari eksistensi kita. Berbeda dengan pilihan rasional yang merefleksikan nilai-nilai instrumental dan ekstrinsik, dimensi emosional berhubungan dengan nilai-nilai intrinsik. Ia berkaitan dengan kegembiraan dan kepuasan yang berasal dari dalam dan untuk emosi itu sendiri. Pilihan rasional cenderung menghindari resiko, sedangkan pilihan emosional tidak. Resiko adalah ciri penting dan melekat dalam setiap keputusan emosional yang penuh tantangan dan kegairahan.
Kultur berkaitan dengan norma-norma etika kehidupan kolektif, dan nilai-nilai etika adalah elemen yang berpengaruh dalam proses pengambilan sebuah keputusan. Sistem sosial adalah sistem yang digerakkan oleh nilai-nilai; dengan kata lain tujuan dari sistem adalah untuk berjuang mencapai dan mempertahankan nilai-nilai. Karena nilai-nilai itu ada secara implisit dalam kultur, seseorang sering tidak menyadari bahwa ia sebenarnya memiliki pilihan-pilihan lain. Nilai-nilai default yang tidak kita sadari yang tertanam dalam ingatan kolektif kita seolah olah kita anggap sebagai realitas, dan akan tetap dianggap sebagai realitas kecuali kita bisa dengan penuh kesadaran mengadakan pengujian-pengujian.
Inti kemanfaatan (purposefulness) bisa dilihat dari perbedaan jenis-jenis perilaku sistem. Ackoff membagi jenis perilaku menjadi tiga: reaksi, respons, dan aksi. Reaksi adalah perilaku sistem yang disebabkan semata-mata oleh lingkungan. Jadi reaksi adalah suatu peristiwa yang secara deterministik disebabkan oleh peristiwa (event) yang lain. Respon adalah suatu peristiwa yang tidak sepenuhnya ditentukan oleh event yang lain. Kehadiran peristiwa yang lain itu penting, tetapi tidak cukup untuk melahirkan suatu peristiwa. Jadi respon adalah suatu kejadian dimana sistem bertindak sebagai co-producer; bertindak sebagai coproducer yang lain adalah peristiwa lain dalam lingkungan. Aksi adalah perilaku sistem dimana perubahan yang terjadi di lingkungan tidak harus dan tidak cukup sebagai pemicu. Jadi aksi adalah peristiwa yang ditentukan sendiri oleh sistem sehingga tindakan yang muncul bersifat otonom.
Perilaku sistem yang bersifat reaktif, responsif dan aktif berhubungan dengan ciri-ciri sistem yang bersifat mengatur diri sendiri (self-maintaning), mencari tujuan (goal seeking), dan bermanfaat (purposeful). A state-maintaning system adalah sistem yang karena struktur internalnya mampu memberikan reaksi terhadap perubahan-perubahan ekternal untuk menjaga stabilitas sistem terhadap kondisi lingkungan yang berbeda-beda. Contoh dari sistem seperti ini adalah sistem pemanas ruangan, dimana sebuah alat kontrol internal akan menghidupkan sistem ketika temperatur ruangan berada dibawah level yang diinginkan, dan akan mati bila temperaturnya berada diatas batas yang diinginkan. A goal-seeking system adalah living system yang mampu merespon dengan cara yang berbeda terhadap kejadian-kejadian yang berbeda didalam lingkungan yang sama atau berbeda sehingga menghasilkan keadaan-keadan tertentu. Keadaan-keadaan tertentu (state) inilah yang menjadi tujuan sistem. Sistem jenis ini hanya memiliki pilihan-pilihan yang berhubungan dengan cara/alat (means), tidak berhubungan dengan tujuan-tujuan. Respon bersifat manasuka (voluntary), sedangkan reaksi bersifat otomatis, tidak bersifat mana suka. Misalnya binatang bisa mendapatkan makanannya dengan cara yang berbeda pada lingkungan yang sama atau berbeda-beda.
A purposeful system adalah sistem yang mampu mencapai tidak saja hasil-hasil yang sama dengan cara yang berbeda dalam lingkungan yang sama, tapi juga hasil-hasil yang berbeda baik di lingkungan yang sama maupun yang berbeda. Sistem jenis ini bisa merubah tujuan-tujuannya dalam kondisi-kondisi yang tidak berubah. Kemampuan merubah tujuan-tujuan dalam kondisi yang konstan ini terkait dengan konsep kehendak bebas (free will) atau kebebasan (freedom), seperti kemampuan yang dimiliki manusia. Pilihan mengandaikan adanya kemampuan, kemampuan untuk berbuat (the power-to-do). Kebebasan tanpa kemampuan hanyalah dalil yang hampa. Sistem manusia tidak saja memiliki kemampuan untuk belajar, beradaptasi, tetapi juga memiliki kemampuan untuk berkreasi. Jadi purposeful system memiliki ketiga jenis perilaku diatas.
Multidimensionality
Multidimensionalitas mungkin salah satu diantara prinsip systems thinking yang sangat penting, karena berkaitan dengan kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan secara komplementer pada kecenderungan-kecenderungan yang berlawanan, dan dengan kemampuan untuk menciptakan keseluruhan dengan bagian-bagian yang tak mungkin (feasible). Selama ini biasanya kecendrungan-kecendrungan yang berlawanan didekati dengan kerangka zero-sum game, yang sering berakibat semakin memperkuat keyakinan bahwa segala sesuatu terdiri dari pasangan-pasangan yang berlawanan. Dalam konteks zero-sum game, kecendrungan-kecendrungan yang berbeda diformulasikan melalui dua cara yang berbeda.
Pertama, kecendrungan yang bertentangan dilihat sebagai dua entitas yang secara ekslusif berbeda. Konflik seperti ini sering diekspresikan secara dikotomis, seperti X atau bukan X. Bila X benar, maka bukan X pastilah salah. Hubungan keduanya bersifat atau, yaitu suatu perjuangan yang bersifat kalah atau menang dengan keharusan moral untuk menang, dan peluang untuk kalah, yang bila kalah biasanya dianggap salah, harus diminimalkan atau dihilangkan. Kedua, kecendrungan yang berlawanan diformulasikan sedemikian rupa seolah olah keduannya berada dalam suatu kontinuum. Antara warna hitam dan warna putih terdapat ribuan warna bayangan abu-abu. Ini berkaitan dengan solusi kompromi atau resolusi konflik. Kompromi adalah titik frustrasi, suatu perjuangan menerima dan memberi.. Tergantung tingkat ketegangan yang terjadi, permainan bisa mereda untuk sementara. Titik kompromi terdiri dari adonan yang tidak stabil, yang biasanya terdiri dari dua unsur yang ekstrim. Ketika struktur kekuasaan berubah, maka ketika itu posisi kompromi juga bisa berubah.
Perjuangan terus menerus antara kelompok yang melihat keharusan-keharusan (necessities) yang berbeda ketika berhubungan dengan realitas sosial---urgensi disektor produksi lawan urgensi disektor distribusi; keinginan untuk membela hak-hak korban lawan hak-hak tertuduh; kebutuhan untuk menjaga lingkungan lawan hak-hak individual untuk mencari penghidupan----adalah manisfestasi dari kebutuhan mendesak untuk mengembangkan kerangka konseptual yang baru. Kelihatannya abad kita adalah abad penuh paradox.. Seperti yang disinyalir oleh Boulding, terdapat sekelompok orang yang takut akan kebebasan, karena dengan kebebasan akan muncul anarki; sementara kelompok lainnya takut akan keadilan karena mereka khawatir akan muncul tirani. Perhatikan misalnya hubungan antara nilai keamanan (security) dan kebebasan (freedom). Seseorang tidak akan bisa merasa bebas bila tidak ada rasa keamanan; sebaliknya ia tidak akan merasa aman bila ia tidak merasakan adanya kebebasan. Mungkin kebebasan, keadilan, dan keamanan adalah tiga aspek dari hal yang sama, dan tidak bisa dipisah dan dipilih satu persatu.
Jadi diperlukan kerangka wawasan baru yang bersifat komplementer, yang mampu mengisi atau memilih keseluruhannya. Prinsip multidimensionalitas mengharuskan bahwa tendensi-tendensi yang berlawanan tidak saja harus hadir berdampingan (co-exist) dan berinteraksi, tetapi juga membentuk hubungan yang bersifat komplementer. Hubungan komplementer tidak diikat secara berpasangan, karena lebih dari dua variabel bisa membentuk hubungan yang komplementer. Kesalingketergantungan terhadap tendensi-tendensi yang berlawanan bercirikan bentuk hubungan dan, bukan atau. Ini berarti bahwa setiap kecendrungan direpresentasikan pada dimensi yang berbeda, sehingga menghasilkan skema multidimensional dimana didalamnya hubungan low/low dan high/high, disamping low/high dan high/low terdapat kemungkinan yang kuat. Formulasi ini ternasuk non-zero-sum, dimana kehilangan disatu sisi tidak harus berarti kemenangan di sisi lain. Sebaliknya, kedua kecendrungan yang berlawanan dapat naik atau turun turun secara simultan.
Dengan menggunakan representasi multidimensional, kita dapat melihat bagaimana kecenderungan-kecenderungan yang yang tadinya dilihat secara dikotomis dapat berinteraksi dan diintergasikan ke dalam kerangka konseptual yang baru. Dengan menambahkan dimensi-dimensi baru dimungkinkan ditemukan kerangka baru dimana seperangkat kecendrungan yang berbeda dapat diinterpretasikan berada dalam satu kesatuan dengan logikanya tersendiri.
Dalam logika klasik, kontradiksi terjadi relatif pada domain tertentu. Dengan menambah satu dimensi kita memperluas domain yang ada dan merubah kontradiksi menjadi komplementaritas. Mari kita perhatikan konsep topologi. Asalkan kita menyadari asumsi-asumsi dan keterbatasannya, topologi bisa memperlihatkan bagaimana perilaku sistem yang multidimensional bisa menunjukkan perbedaan yang signifikan tergantung dari dimensi yang mana yang diberikan penekanan. Misalnya, interaksi yang menunjukkan kepedulian yang tinggi terhadap aspek perubahan dan kepedulian yang tinggi terhadap stabilitas memperlihatkan gambaran perilaku yang berbeda dengan interaksi yang menunjukkan kepedulian yang tinggi pada aspek perubahan, tetapi kepedulian yang rendah terhadap stabilitas, atau sebaliknya kepedulian yang tinggi pada stabilitas, tapi kepedulian yang rendah pada aspek perubahan..
Kepedulian yang high/high menunjukkan perilaku sistem yang matang, dimana sistem itu mempertahankan stabilitas dalam perubahan. Interaksi yang berkaitan dengan low/high menunjukkan perilaku yang radikal yang selalu mencari perubahan dengan resiko apapun. Perilaku yang muncul bisa reaksioner atau progresif tergantung pada arah perubahan yang diinginkan. Sebaliknya intraksi high/low memperlihatkan keadaan yang konservatif, untuk mempertahankan status quo, dan oleh karenannya memiliki kecenderungan pada regulasi dan kompromi. Tetapi hubungan low/low bersifat anarki, dimana kepedulian terhadap perubahan dan stabilitas sama-sama rendah. Oleh karenanya, dengan kombinasi kepedulian yang berbeda, perilaku sistem yang akan muncul akan berbeda.
Pluralitas fungsi, struktur, dan proses
Sejalan dengan prinsip multidimensionalitas adalah konsep pluralitas. Pada pluralitas fungsi, struktur dan proses adalah inti dari teori pembangunan sistem. Ia berhubungan dengan bagaimana interaksi yang high/high menjadi suatu kemungkinan. Pluralitas berarti bahwa sebuah sistem memiliki berbagai struktur, berbagai fungsi, dan diatur dalam berbagai proses. Ini antitesis dari pandangan klasik bahwa sistem memiliki satu struktur, satu fungsi, dan berada dalam satu bentuk hubungan sebab-akibat yang tunggal.
Pluralitas Fungsi. Sistem dapat memiliki fungsi yang beragam, baik yang dinyatakan secara eksplisit maupun tidak. Misalnya, mobil disamping berfungsi sebagaialat alat transportasi, ia secara implisit bisa berfungsi sebagai alat identifikasi diri (status). Bagi banyak orang mobil bisa mengisyaratkan gaya hidup pemiliknya dan bisa memiliki nilai kesombongan (snob) tertentu. Perusahaan bagi para wirausahawan adalah sebuah tantangan untuk menciptakan sistem yang menang dalam bersaing; bagi para profesional, perusahaan bisa berfungsi sebagai ajang perebutan kekuasaan. Jadi organisasi memiliki fungsi yang beragam, yang bisa berfungsi utuk menghasilkan dan mendistribusikan kekayaan, kekuasaan, dan tantangan. Para aktor di perusahaan, tergantung mindset mereka atau peran yang diberikan, sering hanya melihat hanya satu dari fungsi-fungsi ini yang bersifat utama dan penting. Inilah sebuah kesalahan yang kira-kira sama dengan dokter yang berhasil melakukan operasi, tetapi pasiennya meninggal dunia.
Pluralitas Struktur. Struktur berkaitan dengan komponen dan hubungan-hubungan antar komponen. Pluralitas dalam struktur artinya komponen dan hubungan-hubungan antar komponen bersifat beragam. Manusia, misalnya, memiliki hubungan-hubungan yang beragam antar satu dengan yang lainnya sehingga membentuk tipe struktur interaksi tertentu (sistem sosial). Interaksi antar para aktor yang memiliki tujuan-tujuan dalam sebuah kelompok bisa terdiri dari berbagai bentuk. Para pelaku bisa berinteraksi dalam bentuk kerja dengan kelompok tertentu, kompetisi dengn kelompok lainnya, dan konflik dengan kelompok yang lainnya lagi, yang semuanya ini bisa terjadi dalam waktu yang bersamaan. Juga para angota sistem sosial belajar dan dewasa dalam perkembangan waktu, dan oleh karenannya mereka semakin beragam. Akibatnya terdapat jaringan interaksi dari anggota yang beragam dengan berbagai tipe hubungan yang terus menerus berlangsung.
Pluralitas Proses. Prinsip kausalitas klasik menyatakan bahwa kondisi awal yang serupa menghasilkan hasil yang serupa, dan sebaliknya, hasil-hasil yang tidak sama disebabkan oleh perbedaan pada kondisi awal.Oleh karenya, pada struktur tertentu perilaku sistem dapat sepenuhnya diprediksi dan keadaan masa datang tergantung pada kondisi-kondisi awal dan hukum-hukum yang mengatur transformasinya (determinisme).
Bertalanffy, ketika menganalisa unsur-unsur self-regulasi dari sistem biologi, memperkenalkan konsep equifinality. Keadaan akhir bisa dicapai melalui berbagai rute perkembangan. Buckley menawarkan konsep yang lebih radikal, yaitu multifinality: kondisi-kondisi awal yang sama bisa menghasilkan hasil akhir yang tidak sama. Jadi proseslah, bukan kondisi awal, yang mempengaruhi keadaan-keadaan dimasa mendatang. Konsekuensinya, fenomena sosial harus dilihat sebagai hasil akhir dari seperangkat proses-proses interaktif antar komponen.
Elemen Kebaruan (Emergent properties)
Saya memiliki perasaan cinta, tetapi tidak ada dari bagian-bagian tubuh saya yang bisa mencintai. Cinta tidak menampakkan dirinya dalam salah satu dari panca indra kita. Ia tidak memiliki warna, aroma, atau suara. Ia tidak bisa disentuh atau dicicipi. Fenomena cinta tidak sesuai dengan diskripsi klasik, yaitu sebagai properti. Fenomena sejenis, selain cinta, antara lain: kebahagiaan, keberhasilan, kegagalan dll. Fenomena seperti ini disebut emergent properties. Emergent properties adalah elemen kebaruan yang muncul dari totalitas sistem, yang tidak bisa dikaitkan dengan fungsi dari komponen-komponen sistem tertentu. Ia adalah hasil dari interaksi semua komponen sistem, dan penyebab munculnya tidak bisa lagi dilacak ke bagian-bagian tertentu dari sistem. Emergent properties tidak bisa diukur; yang bisa diukur hanyalah perwujudannya. Emergent properties juga tidak bisa dianalisa, dan tidak bisa di”manipulasi” dengan alat-alat analisa tertentu. Ia juga tidak tekait dengan penjelasan-penjelasan kausalitas. Perhatikan misalnya fenomena hidup (life); fenomena hidup tidak bisa dianalisa dengan mengidentifikasi suatu penyebab tertentu. Mencoba memahami fenomena emergent properties dengan menggunakan pendekatan analitik pasti akan mengalami kegagalan.
Seperti telah disingung di atas, emergent properties adalah produk dari interaksi antar komponen. Konsep interaksi mengandung makna suatu proses dinamis yang melahirkan keadaan yang tergantung pada waktu. Dengan kata lain, emergent properties adalah fenomena yang diproduksi terus menerus online dan in real time. Oleh karenannya cinta, kebahagiaan, kegagalan dll. bukanlah proposisi sekali jadi dan terus menerus menjadi; ia harus terus menerus diproduksi ulang karena emergent properties selalu muncul, melekat dan bersama proses-proses interaksi antar komponen, dan akan hilang bila proses interaksi itu berhenti. Ia bukanlah entitas yang terpisah-pisah dan bisa disimpan dan dimunculkan ketika dibutuhkan. Itulah sebabnya fenomena kebahagiaan, cinta dan lain lain bisa datang dan pergi tergantung kualitas interaksi yang memungkinkan emergent properties itu muncul.
Jadi bila emergent properties adalah hasil spontan dari proses-proses yang sedang berlangsung, maka untuk memahaminya kita harus memahami proses-proses interaktif yang melahirkannya. Kematian adalah fenomena alamiah; tetapi tetap bertahan hidup adalah suatu fenomena yang menakjubkan. Untuk bertahan hidup dibutuhkan interaksi terus menerus dari ratusan bahkan ribuan proses didalam tubuh kita yang tidak boleh berhenti barang sesaat untuk istirahat. Mereka yang mencoba menerangkan fenomena kehidupan sebagai suatu kebetulan tertentu tidak mengerti apa yang sedang ia bicarakan.
Bila keberhasilan adalah emergent properties, maka haruslah berkaitan dengan pengelolaan interaksi, bukan pengelolaan aksi. Team yang terdiri dari para bintang (all-star team) tidaklah selalu menjadi team yang terbaik. Apa yang menjadi ciri sebuah team yang baik bukan saja kualitas dari para pemainnya, tetapi terutama kualitas interaksi antar para pemainnya. Kesesuaian antara anngota dan adanya interaksi imbal-balik yang saling menguatkan akan melahirkan semacam resonansi, sebuah kekuatan yang melebihi totalitas kekuatan masing-masing anggota.
Telah disinggung di atas bahwa emergent properties tidak bisa diukur secara langsung. Ia harus diukur melalui manifestasi-manifestasinya. Akan tetapi mengukur manifestasi seperti ini sering problematis. Misalnya, bila kita mengukur frekuensi menelpon sebagai ukuran apakah seseorang itu sedang dalam jatuh cinta (emergent properties), maka kegiatan menelpon itu bisa dibuat-buat. Kita bisa dengan mudah menelpon berkali-kali tanpa harus berarti bahwa kita betul-betul dalam keadaan jatuh cinta. Hal yang sama juga terjadi dengan organisasi. Salah satu perwujudan dari keberhasilan orgasisasi/perusahaan adalah pertumbuhan /perkembangan. Bila perusahaan berhasil sangat boleh jadi ia akan tumbuh/berkembang. Tetapi bila perusahaan berkembang tidaklah secara otomatis berarti ia berhasil. Perusahaan bisa berkembang dengan dibuat-buat, atau dengan akuisisi-akuisisi tertentu yang tidak masuk akal. Dua ekor ayam tidak bisa menjadi satu ekor burung elang. Itulah sebenarnya yang terjadi pada banyak perusahaan yang nampak sedang berkembang, yang sebenarnya sedang merusak dirinya.
Counterintuitiveness
Dinamika sosial dicirikan dengan perilaku yang bertentangan dengan intuisi dan daya nalar (common sense). Kompleksitasnya berada diluar jangkauan analisa dengan metode ilmiah konvensional. Konterintuisi berarti tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk mendapatkan hasil-hasil yang diinginkan bisa berakibat sebaliknya. Sesuatu bisa menjadi bertambah buruk sebelum terjadi perbaikan. Untuk melihat hakekat counterintuitiveness kita harus mengerti konsekuensi-konsekuensi praktis dari pernyataan-pernyataan berikut:
q Sebab dan akibat bisa memisah, baik dilihat dari perspektif waktu maupun tempat. Suatu kejadian yang terjadi pada waktu dan tempat tertentu sering memiliki efek tunda, yang memberikan dampak tertentu di waktu yang berbeda dan ditempat yang berbeda.
q Sebab dan akibat bisa saling mengganti, yang memperlihatkan hubungan-hubungan yang bersifat saling berpaut (sirkuler).
q Suatu kejadian bisa melahirkan efek ganda. Sewaktu-waktu hal-hal yang dianggap penting atau urutan kepentingan (order of importance) bisa berubah-ubah.
q Seperangkat variabel yang awalnya memainkan peranan penting dalam melahirkan efek tertentu bisa dirubah dengan seperangkat variabel yang lain di waktu yang berbeda. Menghilangkan penyebab awal tidak selalu berarti berhasil merubah efek yang diinginkan.
Memperluas sistem kesejahteraan (welfare system) untuk mengurangi jumlah keluarga miskin dalam masyarakat bisa, secara counterintuitive, justru bisa semakin menambah keluarga miskin. Meningkatkan kesejahteraan biasanya memerlukan penambahan sumber-sumber, yang akhirnya berarti perlu menaikkan pajak. Kenaikan pajak bisa mendorong para investor dan orang-orang kaya untuk pindah keluar, yang berakibat berkurangnya pendapatan yang diharapkan. Lebih lagi, semakin menarik sistem kesejahteraan yang diberikan, maka akan semakin membuat lebih banyak keluarga miskin tertarik datang ke wilayah itu. Sistem kesejahteraan yang baru juga bisa memberi pesan salah kepada para penerima, yaitu bisa diartikan mengurangi insentif untuk bekerja, karena tanpa bekerja mereka sudah mendapatkan santunan, dan ini berarti akan berarti semakin menambah beban pengangguran terhadap sistem yang sudah berlebih-beban (overloaded). Menaikkan biaya, ditambah dengan pengurangan pendapatan, menjadi resep bagi sebuah bencana.
Untuk melihat bagaimana sebuah event/tindakan bisa melahirkan efek ganda/banyak, bisa kita lihat kasus kebiasaan merokok. Untuk jangka pendek merokok bisa mengurangi stres yang dialami, dan oleh karenannya bagus untuk jantung. Merokok juga bisa mempertahankan berat badan, yang berdampak baik juga untuk kesehatan jantung. Tetapi untuk jangka panjang merokok memperkuat arteries dan merusak paru-paru, yang pada akhirnya akan merusak jantung.
Dimuka telah dikatakan bahwa multifinality menolak prinsip kausalitas klasik, dan mengatakan bahwa proses, bersama dengan kepastian, kebetulan, dan pilihan, bertanggung jawab mempengaruhi terjadinya keadaan masa datang. Artinya, untuk memahami konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang dari suatu perbuatan, dalam keseluruhan, diperlukan model dinamis untuk mempetakan hakekat sistem yang non-linear dan multi-loop. Model ini harus mampu menangkap interaksi yang relevan dari variabel-variabel penentu serta waktu yang diperlukan dalam proses tersebut. Pendekatan ini berbeda dengan pendekatan konvensional dimana kesalahan dalam membuat korelasi-korelasi sederhana mengakibatkan timbulnya misinformasi yang muncul terus menerus.
Sifat ke-tidak-intuitif-an dari sistem sosial bisa lebih jauh kita lihat dari pengamatan berikut:
q Sistem sosial memiliki kecenderungan perulangan dan mereproduksi penyelesaian yang bukan penyelesaian (nonsolutions) secara berulang-ulang. Sistem cendrung konservatif dan menolak perubahan. Perasaan nyaman akan hal-hal yang biasa kita lakukan, ditambah dengan ketakutan akan hal-hal yang belum kita kenal, membentuk kekuatan yang membuat kita semakin sulit untuk melakukan perubahan. Bisa jadi orang merasa tertarik pada ide baru dan ingin membantu merealisasikannya dengan sepenuh hati. Tetapi ketika ide tersebut mendekati penerapan, muncullah keraguan dan rasa tidak aman. Para pendukung ide tanpa sadar menghambat usaha perubahan yang dilakukan. Para atasan merasa terancam akan kehilangan sesuatu. Akhirnya para penggagas ide merasa kesepian karena menyadari bahwa mereka sedang bergerak sendirian.
q Perbedaan tingkatan bisa melahirkan perbedaan jenis. Prinsip yang umumnya diterima dalam sistem dinamik adalah perubahan-perubahan kuantitatif, setelah melampaui titik kritis tertentu, akan memberikan dampak pada perubahan-perubahan kualitatif. Akibatnya perubahan pada tingkatan (degree) tertentu akan melahirkan perubahan pada jenis (kind) tertentu. Ketika keadaan sebuah sistem tergantung pada seperangkat variabel tertentu, perubahan kuantitatif pada satu variabel melampaui titik tertentu akan melahirkan perubahan fase ( a change of phase) dalam sistem tersebut. Perubahan jenis ini adalah perubahan kualitatif, karena memperlihatkan seperangkat hubungan-hubungan baru yang menyeluruh dari semua variabel yang terlibat. Misalnya, gaya hidup saya (keadaan sistem/state of system) sangat tergantung pada penghasilan saya. Bila misalnya penghasilan saya tiba-tiba berubah dari $1,000 sebulan menjadi $100,000, maka pasti akan merubah dan mempengaruhi pola hidup saya; perubahan yang dihasilkannya akan bersifat kualitatif. Tingkat penghasilan yang bisa merubah pola hidup secara kualitatif akan berbeda dari satu orang ke orang lain; tetapi yang penting adalah terdapat tingkat/level tertentu yang disebut “inflection point”dimana perubahan kualitatif akan terjadi.
q Penyesuaian secara pasif terhadap lingkungan yang sedang rusak adalah jalan menuju kehancuran. Katak bila tiba-tiba dilempar kedalam air yang sedang mendidih akan berontak dan berusaha meloncat keluar. Tetapi bila anda menaruh katak yang sama di dalam air hangat yang kemudian secara perlahan-lahan anda panaskan sehingga mendidih, katak itu tidak akan meronta dan menyerahkan diri menuju kematian. Hal yang sama biasa terjadi pada sistem sosial. Kemampuan untuk beradaptasi secara gradual terhadap lingkungan yang berubah bisa menjadi bencana bila adaptasi itu dilakukan terhadap lingkungan yang rusak. Sesungguhnya kematian perlahan-lahan lebih sering terjadi dibandingkan dengan kematian tiba-tiba. Adaptasi pasip terhadap lingkungan yang rusak akan kehilangan kekuatan dan kemampuan untuk berbuat, ketika akhirnya menyadari problem yang sesungguhnya sedang terjadi. Saat itu segala sesuatu telah terlambat, dan kematian telah menunggu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar