Dalam banyak
kesempatan kalakarya dan atau dialog dengan daerah, pada saat sesi paparan
hasil survey Riskesdas yang menunjukkan output kinerja yang jauh dari harapan, seringkali
terlontar sanggahan defensif dengan kemarahan luar biasa;
“Kami telah bekerja keras pak...”
“Kami ini sudah terlalu sering lembur pak...”
“Kami sudah kejar sasaran sampai ke rumahnya
pak...”
“Bapak ini bicara seolah kami ini tidak
berkerja...”
“Sudah semua cara kami lakukan pak! Kami sudah
maksimal...”
“Bapak enak cuman ngomong doang, kami ini
yang di lapangan sudah bekerja sangat keras!”
“Bapak ini tidak tahu situasi lapangan,
hanya bicara angka-angka saja...”
Begitu banyak
yang terlontar, begitu banyak yang terucap, dan hampir semuanya tersampaikan
dengan emosi yang tersulut, meski kadang disampaikan dengan nada lirih yang
tertahan.
Meski sebenarnya
pengennya misuh-misuh*... (*mengumpat,red)
“Apakah mereka tidak bekerja keras?”
Heiii! Mereka
bekerja keras!
Sangat keras
bahkan...
Pekerja kesehatan
banyak kali merupakan pekerja keras. Tak jarang mereka benar telah melakukan
banyak hal melebihi gaji yang mereka terima.
Kemarahan yang
ditunjukkan dengan kalimat defensif massif benar-benar mewakili pernyataan
bahwa mereka telah bekerja keras, bahwa mereka telah bersama-sama melakukan
banyak hal untuk kesehatan di wilayahnya, untuk masyarakat yang diampunya.
Saya ulang
pertanyaannya,
“Apakah mereka telah bekerja keras?”
Dan berdasarkan
amatan lapangan, tidak bisa kita pungkiri mereka memang benar telah bekerja
keras! Sangat keras!!!
Mereka, yang
tergabung dalam wadah Dinas Kesehatan telah bekerja bersama-sama dengan sangat,
untuk berusaha membangun kesehatan yang lebih baik di wilayahnya.
Dan lalu apa
yang kurang?
Kerja sama!
Yup, kerja
sama!
Mereka telah
bekerja keras bersama-sama, tapi seringkali belum bekerja sama.
Maksud???
Dalam sebuah
kerja sama, yang dibutuhkan bukan hanya kerja keras, tapi ada koordinasi di
dalamnya, ada dialog di antara para pelakunya.
Dialog???
Yaa... dialog!
Yang seringkali kita bawa dan dengungkan dimana-mana.
Dialog bukan
hanya sekedar media koordinasi. Dialog juga merupakan media saling memahami
dengan visi bersama. Dialog adalah media melebur struktur internal menjadi sebuah
struktur kolektif. Dialog merupakan sebuah therapi wicara, yang kadang kita
terlupa, bahwa banyak para rekan kita di lapangan butuh didengar keluhannya,
kadang bukan untuk dicarikan sebuah solusi, kadang mereka benar-benar hanya
ingin didengar, mereka sudah memiliki solusi ampuh atas masalah di lapangan
itu. Bukankah justru mereka yang paling tahu masalah yang mereka hadapi?
Bekerja sama!
Dan bukan
hanya bekerja keras bersama-sama...
Piye jal?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar