by Agung Dwi Laksono
dear all,
Pada gambar berikut adalah perbandingan Kab. Bojonegoro dengan 2 kab lain di prop jatim, kab tulungagung (kab terbaik) dan kab sampang (kab terrendah).
Perbandingan bisa difokuskan pada kolom yang berwarna kuning (kolom 6-14). Pada kolom tersebut merupakan 9 dari 24 indikator yang mempunyai nilai bobot tertinggi, yaitu 5. Jadi bila semua upaya kesehatan diarahkan pada 9 faktor tersebut, maka akan berdampak sangat signifikan terhadap peningkatan ranking IPKM, dan tentu saja status kesehatan masyarakat.
Menurut saya... sekali lagi menurut saya, indikator ‘balita ditimbang’ (kolom 14), bisa jadi merupakan indikator kunci dari banyak indikator lainnya. bila indikator ‘balita ditimbang’ baik, maka besar kemungkinan indikator lainnya akan mengikuti.
Mengapa demikian? ‘balita ditimbang’ artinya balita datang ke Posyandu, dengan kata lain ‘keluarga’ ada kontak dengan petugas/pelayanan kesehatan, dengan demikian semua informasi terkait kesehatan bisa include di dalamnya, dan tentu saja status gizi si balita akan terpantau.
Sekarang mari kita lihat cakupan ‘balita ditimbang’ kab bojonegoro, 51,94%.
Apa artinya? Ada hampir separuh balita di bojonegoro yang lolos tidak ditimbang.
Data ini adalah data Riskesdas, data yang diambil langsung dari komunitas (community based), yang tentu saja akan berbeda dengan data yang dilaporkan oleh dinkes yang berbasis fasilitas (facility based). Dengan kata lain cakupan yg dilaporkan dinkes hanya berasal dari balita yang datang ke posyandu, sedang yang tidak datang... tentu saja tidak terlaporkan.
Mari kembali ke pokok masalah...
Berarti ada separuh balita yang tidak ada kontak dengan layanan kesehatan, jadi ga perlu kaget bila balita gizi buruk dan kurang mencapai 13,23%, balita pendek dan sangat pendek 33,52%, dan balita kurus dan sangat kurus ada 13,59%.
Untuk saat ini mari kita lupakan ‘why?’nya.
mari kita abaikan bagaimana hal itu bisa terjadi.
Mari kita berpikir ke depan.
Mari kita pikirkan ‘how?’nya.
Mari kita pikirkan bagaimana langkah selanjutnya???
Tidak ada kata lain... cakupan ‘balita ditimbang’ harus 100%!!!
Bagaimana caranya??? Seperti yang sudah dilakukan di banyak daerah PDBK lainnya... sweeping!
Bila balita tidak datang, maka harus di datangi ke rumahnya, door to door!
Kerahkan semua potensi yang ada, kerahkan kader, berdayakan kepala desa, libatkan kepala dusun, dekati ulama, informasikan kelompok pengajian, gunakan pengeras suara di masjid!
Begitu banyak potensi lokal yang bisa kita gunakan, begitu bejibun kearifan lokal yang bisa kita gali. Bila kita mau, kita pasti bisa!
Sriwijaya Air, Surabaya-Bandung, 26 September 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar