by Evie Sopacua
Kasus Prita Mulyasari versus RS Omni Tangerang merupakan sebuah lesson learned dalam pelayanan rumah sakit, bahwa pelanggan yang adalah klien pelayanan kesehatan merupakan subyek, bukan obyek. Pelanggan adalah subyek, karena hubungan antara mutu pelayanan dan kepuasan pelanggan ditentukan oleh persepsi pelanggan (Gerson, 2004). Sehingga mutu menurut Gerson didefenisikan sebagai apapun yang oleh pelanggan dianggap sebagai mutu. Hal ini dijelaskan juga oleh Martin (2004) bahwa hanya bila pelanggan menganggap bahwa kita telah memberikan pelayanan pelanggan bermutu, barulah kita juga bisa menyatakan hal serupa. Martin mengemukakan bahwa pelanggan cenderung memberikan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan dari dua dimensi yaitu dimensi prosedural dan dimensi pribadi. Dimensi prosedural mencakup sistem dan prosedur yang telah tertata guna menyampaikan produk dan atau pelayanan sedangkan dimensi pribadi mencakup sikap, perilaku dan kemampuan lisan penyedia pelayanan dalam berinteraksi dengan pelanggan.
Akreditasi rumah sakit merupakan bagian dari dimensi prosedural yang bila dilaksanakan seiring sejalan akan menyebabkan pelanggan memberikan penilaian yang positif terhadap pelayanan yang diterima. Dapat dikatakan bahwa dari 16 pelayanan yang dinilai melalui kegiatan akreditasi rumah sakit, pelayanan administrasi dan manajemen merupakan payung dari ke 15 pelayanan lain. Mengapa demikian? Sebagai contoh dalam standar 2 parameter 2 dari pelayanan administrasi dan manajemen disebutkan ‘Pemilik rumah sakit menetapkan Hospital Bylaws (HBL)’ yang diterjemahkan sebagai peraturan internal rumah sakit. Pelaksanaan HBL mengacu pada keputusan MenKes RI No 722 tahun 2002 tentang Pedoman Peraturan Internal RS dan keputusan MenKes no 631 tahun 2005 tentang pedoman peraturan internal staf medis (medical staff bylaws).
HBL terdiri dari kata ‘Hospital’ berarti rumah sakit dan ‘bylaw’ yang menurut The Oxford Illustrated Dictionary : Bylaw is regulation made by local authority or corporation. Pengertian lainnya, Bylaws means a set of laws or rules formally adopted internally by a faculty, organization, or specified group of persons to govern internal functions or practices within that group, facility, or organization (Guwandi, 2004 dalam mashuriwebblog, 2009). Dengan demikian, pengertian bylaw dapat disimpulkan sebagai peraturan dan ketentuan yang dibuat suatu organisasi atau perkumpulan untuk mengatur para anggota-anggotanya. Keberadaan HBL memegang peranan penting sebagai tata tertib dan menjamin kepastian hukum di rumah sakit, karena merupakan aturan main dari dan dalam manajemen rumah sakit.
HBL merupakan materi muatan pengaturan dapat meliputi antara lain: tata tertib rawat inap pasien, identitas pasien, hak dan kewajiban pasien, dokter dan rumah sakit, informed consent, rekam medik, visum et repertum, wajib simpan rahasia kedokteran, komite medik, panitia etik kedokteran, panitia etika rumah sakit, hak akses dokter terhadap fasilitas rumah sakit, persyaratan kerja, jaminan keselamatan dan kesehatan, kontrak kerja dengan tenaga kesehatan dan rekanan. Adapun bentuk HBL dapat merupakan kumpulan dari peraturan rumah sakit, standar operating procedure (SOP), surat keputusan, surat penugasan, pengumuman, pemberitahuan dan perjanjian (MOU). Namun demikian, peraturan internal rumah sakit tidak boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya seperti Keputusan Menteri, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah dan Undang-undang. Dalam bidang kesehatan pengaturan tersebut harus selaras dengan Undang-undang nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan peraturan pelaksanaannya.
Jadi HBL merupakan payung dari semua peraturan dan kebijakan yang dilaksanakan di rumah sakit.
Dalam pelaksanaan HBL ini salah satu muatan materi pengaturan adalah hak dan kewajiban pasien, dokter dan rumah sakit sebagaimana Surat edaran DirJen Yan Medik No: YM.02.04.3.5.2504 Tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit, th.1997.
Hak Pasien
1. Hak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit.
2. Hak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.
3. Hak untuk mendapatkan pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan standar profesi kedokteran/ kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi.
4. Hak memperoleh asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesi keperawatan.
5. Hak untuk memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.
6. Hak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinik dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar.
7. Hak atas ’second opinion’ / meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain.
8. Hak atas ”privacy” dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya kecuali apabila ditentukan berbeda menurut peraturan yang berlaku.
9. Hak untuk memperoleh informasi / penjelasan secara lengkap tentang tindakan medik yang akan dilakukan terhadap dirinya.
10. Hak untuk memberikan persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.
11. Hak untuk menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.
12. Hak didampingi keluarga dan atau penasehatnya dalam berobat dan atau masalah lainya (dalam keadaan kritis atau menjelang kematian).
13. Hak beribadat menurut agama dan kepercayaannya selama tidak mengganggu ketertiban dan ketenangan umum/ pasien lainya.
14. Hak atas keamanan dan keselamatan selama dalam perawatan di rumah sakit.
15. Hak untuk mengajukan usul, saran, perbaikan atas pelayanan rumah sakit terhadap dirinya.
16. Hak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual.
17. Hak transparansi biaya pengobatan/ tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya (memeriksa dan mendapatkan penjelasan pembayaran).
18. Hak akses / ‘inzage’ kepada rekam medis/ hak atas kandungan ISI rekam medis miliknya.
Kewajiban Pasien
1. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya kepada dokter yang merawat.
2. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi dan perawat dalam pengobatanya.
3. Mematuhi ketentuan/ peraturan dan tata-tertib yang berlaku di rumah sakit.
4. Melunasi semua imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
5. Berkewajiban memenuhi hal-hal yang telah disepakati/ perjanjian yang telah dibuatnya.
Hak Dokter
Hak dokter adalah kekuasaan atau kewenangan dokter untuk mendapatkan atau memutuskan untuk berbuat sesuatu
1. Hak memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional.
2. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional serta berdasarkan hak otonomi dan kebutuhan medis pasien yang sesuai dengan jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.
3. Hak untuk menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, profesi dan etika.
4. Hak untuk mengakhiri atau menghentikan jasa profesionalnya kepada pasien apabila hubungan dengan pasien sudah berkembang begitu buruk sehingga kerjasama yang baik tidak mungkin diteruskan lagi dan wajib menyerahkan pasien kepada dokter lain, kecuali untuk pasien gawat darurat.
5. Hak atas ‘privacy’ (berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh pasien dengan ucapan atau tindakan yang melecehkan atau memalukan).
6. Hak memperoleh informasi yang lengkap dari jujur dari pasien atau keluarganya.
7. Hak atas informasi atau pemberitahuan pertama dalam menghadapi pasien yang tidak puas terhadap pelayanannya.
8. Hak untuk diperlakukan adil dan jujur, baik oleh rumah sakit maupun oleh pasien.
9. Hak mendapatkan imbalan jasa profesi yang diberikan berdasarkan perjanjian dan atau ketentuan atau peraturan yang berlaku di rumah sakit.
Kewajiban Dokter
1. Mematuhi peraturan rumah sakit sesuai hubungan hukum antara dokter tersebut dengan rumah sakit.
2. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien yg sesuai dengan jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.
3. Merujuk pasien ke dokter lain atau rumah sakit lain yang memiliki keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan.
4. Memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan dapat menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya.
5. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang pasien (menjaga kerahasiaan pasien) bahkan setelah pasien meninggal dunia.
6. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melaksanakan.
7. Meminta persetujuan pada setiap melakukan tindakan kedokteran / kedokteran gigi, khusus untuk tindakan yang berisiko persetujuan dinyatakan secara tertulis. Persetujuan dimintakan setelah dokter menjelaskan tentang : diagnosa, tujuan tindakan, alternative tindakan, risiko tindakan, komplikasi dan prognose.
8. Membuat catatan rekam medis yang baik secara berkesinambungan berkaitan dengan keadaan pasien.
9. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran / kedokteran gigi.
10. Memenuhi hal- hal yang telah disepakati / perjanjian yang telah dibuatnya.
11. Bekerjasama dengan profesi dan pihak lain yang terkait secara timbal balik dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
12. Dokter wajib mengadakan perjanjian tertulis dengan pihak rumah sakit.
13. Dalam melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik dokter / dokter gigi.
14. Dalam melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi.
15. Dokter atau dokter gigi yang berhalangan menyelenggarakan praktik kedokteran harus membuat pemberitahuan atau menunjuk dokter atau dokter gigi pengganti.
16. Wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya dalam memberikan pelayanan kesehatan.
17. Wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Dokter dan Kode Etik Kedokteran I ndonesia.
Hak Rumah Sakit
Hak rumah sakit adalah kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki rumah sakit untuk mendapatkan atau memutuskan untuk berbuat sesuatu yaitu:
1. Membuat peraturan-peraturan yang berlaku di RS nya sesuai dengan kondisi atau keadaan yang ada di RS tersebut (hospital by laws).
2. Mensyaratkan bahwa pasien harus mentaati segala peraturan RS.
3. Mensyaratkan bahwa pasien harus mentaati segala instruksi yang diberikan dokter kepadanya.
4. Memilih tenaga dokter yang akan bekerja di RS. melalui panitia kredential.
5. Menuntut pihak-pihak yang telah melakukan wanprestasi (termasuk pasien, pihak ketiga, dll).
6. Mendapat jaminan dan perlindungan hukum.
7. Hak untuk mendapatkan imbalan jasa pelayanan yang telah diberikan kepada pasien.
Kewajiban Rumah Sakit
1. Mematuhi peraturan dan perundangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah.
2. Memberikan pelayanan pada pasien tanpa membedakan golongan dan status pasien.
3. Merawat pasien sebaik-baiknya dengan tidak membedakan kelas perawatan (Duty of Care).
4. Menjaga mutu perawatan tanpa membedakan kelas perawatan (Quality of Care).
5. Memberikan pertolongan pengobatan di Unit Gawat Darurat tanpa meminta jaminan materi terlebih dahulu.
6. Menyediakan sarana dan peralatan umum yang dibutuhkan.
7. Menyediakan sarana dan peralatan medik sesuai dengan standar yang berlaku.
8. Menjaga agar semua sarana dan peralatan senantiasa dalam keadaan siap pakai.
9. Merujuk pasien ke RS lain apabila tidak memiliki sarana, prasarana, peralatan dan tenaga yang diperlukan.
10. Mengusahakan adanya sistem, sarana dan prasarana pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana.
11. Melindungi dokter dan memberikan bantuan administrasi dan hukum bilamana dalam melaksanakan tugas dokter tersebut mendapatkan perlakuan tidak wajar atau tuntutan hukum dari pasien atau keluarganya.
Kasus Prita Mulyasari menjadi sebuah lesson learned bahwa mungkin saja, RS Omni Tangerang belum mempunyai aturan rumah sakit yang jelas, sistematis, dan rinci. Apabila rumah sakit sudah terakreditasi, maka seharusnya mempunyai HBL yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Atau RS Omni Tangerang sudah mempunyai HBL, tetapi belum seiring sejalan dalam pelaksanaannya. Sehingga hak dan kewajiban pasien, dokter dan rumah sakit belum diterapkan dengan tepat. Terlihat dalam kasus Prita bahwa hak pasien belum dipenuhi yaitu hak untuk memperoleh informasi / penjelasan secara lengkap tentang tindakan medik yang akan dilakukan terhadap dirinya dan hak akses / ‘inzage’ kepada rekam medis/ hak atas kandungan ISI rekam medis miliknya. Sedangkan kewajiban dokter (a.l. : membuat catatan rekam medis yang baik secara berkesinambungan berkaitan dengan keadaan pasien) dan kewajiban rumah sakit (a.l. : ’duty of care’ dan ’quality of care’) belum dilaksanakan sebagaimana seharusnya.
Dengan mengetahui hak pasien, dokter dan rumah sakit yang sudah dipaparkan, kiranya menjadikan kita semua lebih smart ketika menerima pelayanan di rumah sakit.
Referensi
Gerson RF. 2004. Mengukur kepuasan pelanggan. Cetakan ke 3. Lembaga Manajemen PPM. Jakarta. Victory Jaya Abadi
Martin WB. 2004. Quality Customer Service. Lembaga Manajemen PPM. Jakarta. Victory Jaya Abadi
Hak dan kewajiban RS, dokter & pasien. http://cintalestari.wordpress.com diunduh 10 Juni 2009
Hospital Bylaws.2007. http://mashuriwebblog.wordpress.com diunduh 12 Juni 2009