Menilik Pelayanan Kesehatan di Tepi Pasifik; Catatan Perjalanan ke Halmahera Barat, Maluku Utara

oleh Agung Dwi Laksono
Jailolo, Agustus 2016
Perjalanan kali ini saya bersama dua teman lainnya, ditugaskan untuk melakukan assessment wilayah penempatan tim Nusantara Sehat di salah satu wilayah Kabupaten Halmahera Barat, Puskesmas Talaga. Nusantara Sehat adalah salah satu program andalan Kementerian Kesehatan untuk mengisi atau memperkuat keberadaan pelayanan kesehatan di wilayah terpencil dan sangat terpencil. Pada program ini pendekatan yang dipakai adalah team based (berbasis tim), yang menempatkan beberapa jenis tenaga kesehatan secara bersamaan sebagai sebuah tim untuk memperkuat Puskesmas pada wilayah tertentu.


Peta Lokasi Kabupaten Halmahera Barat; Hasil Olahan Peneliti dari Berbagai Sumber

Halmahera Barat merupakan salah satu kabupaten pemekaran Kabupaten Maluku Utara di wilayah Provinsi Maluku Utara, yang juga sebelumnya wilayah pemekaran dari Provinsi Maluku. Secara resmi Kabupaten Halmahera Barat berdiri mulai tanggal 25 Februari 2003. Dasar hukum pendiriannya adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Halmahera Barat, Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Sula Kepulauan dan Kota Tidore Kepulauan.
Kabupaten seluas 2.755 km2 ini mulai dikenal secara luas oleh publik sejak mulai mengadakan even tahunan Festival Teluk Jailolo. Acara tahunan andalan Dinas Pariwisata ini biasa diselenggarakan pada bulan Mei setiap tahunnya. Festival ini menghadirkan tampilan ragam budaya dan juga kuliner khas wilayah Halmahera Barat.

Menuju Halmahera Barat

Menuju Halmahera Barat bukanlah sebuah perjalanan yang berat seperti layaknya beberapa wilayah lain yang masuk kategori terpencil. Dari Kota Ternate sebagai ibukota provinsi, kita bisa langsung menggunakan speed boat kapasitas 40 orang langsung menuju Jailolo, ibukota Kabupaten Halmahera Barat. Jalur laut seharga Rp. 50.000,- memerlukan waktu tempuh sekitar satu jam perjalanan dari Pelabuhan Dufadufa di Ternate menuju Pelabuhan Jailolo.


Pelabuhan DufaDufa, Ternate; Dokumentasi Peneliti

Menempuh perjalanan laut Ternate-Jailolo sangatlah menarik, sebanding dengan perjalanan saat saya menempuh perjalanan antara Ranai - Sedanau di Natuna, atau Wanci - Tomia di Wakatobi. Sebuah pengalaman perjalanan laut menawan yang dipenuhi dengan pemandangan lanskap birunya laut menyangga pulau-pulau yang berderet indah.


Lanskap Pemandangan Laut Selama Perjalanan Menuju Jailolo; Dokumentasi Peneliti

Speed boat yang langsung menuju Jailolo bukanlah satu-satunya jalur yang bisa ditempuh untuk menuju Halmahera Barat. Jalur yang sama juga dilayani oleh kapal yang lebih besar. Hanya saja dibutuhkan waktu tempuh laut yang lebih lama untuk sampai ke Jailolo, sekitar 2,5 – 3 jam perjalanan.
Alternatif lainnya, dari Ternate kita bisa melalui Pelabuhan Sofifi di wilayah Kabupaten Tidore Kepulauan. Waktu yang diperlukan sedikit lebih pendek, karena menuju pada Pulau Halmahera bagian Selatan dengan speed boat seharga Rp. 50.000,- per orang. Hanya saja kita masih harus menempuh tambahan perjalanan darat selama 1,5 jam menuju Jailolo seharga Rp. 75.000,-. Meski membutuhkan effort lebih, jalur ini dinilai lebih aman saat laut sedang tidak tenang, karena jarak tempuh lautnya yang relatif pendek.

Puskesmas Talaga di Kecamatan Ibu Selatan

Seperti rencana semula, kedatangan kami adalah untuk melakukan penilaian Puskesmas Talaga sebagai salah satu calon wilayah penempatan Tim Nusantara Sehat di wilayah Kabupaten Halmahera Barat. Kami ditugaskan untuk menilai kelayakannya.
Dari Kota Jailolo kami ke arah Utara menuju wilayah Puskesmas Talaga. Perjalanan yang memerlukan waktu tempuh sekitar satu jam dua puluh menit dengan menggunakan jenis mobil niaga. Jalanan yang ditempuh pun relatif aman, sekitar 80% jalanan beraspal yang masih cukup baik, dan sisanya jalanan beraspal yang sudah hancur, yang membuat perut serasa diaduk-aduk.
Puskesmas Talaga berada di wilayah Kecamatan Ibu Selatan. Menurut keterangan Dinas Kesehatan, ada dua Puskesmas yang melayani di wilayah Kecamatan Ibu Selatan, selain Puskesmas Talaga ada satu lagi Puskesmas Baru.


Puskesmas Baru; Dokumentasi Peneliti

Puskesmas Baru merupakan pemekaran Puskesmas Talaga. “Puskesmas Baru ini memang benar-benar Puskesmas baru pak. Baru beroperasional tahun 2015. Belum terregistrasi di Kementerian Kesehatan, masih kita lengkapi syarat-syaratnya…,” kilah Sadik Umasangadji, Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan (Kabid Yankes) Dinas Kesehatan Kabupaten Halmahera Barat yang menemani perjalanan kami.
Kecamatan Ibu Selatan terdiri dari 16 desa. Kedua Puskesmas tersebut berbagi wilayah kerja menjadi masing-masing delapan desa. Puskesmas Baru memegang desa-desa di bagian Selatan, sementara Puskesmas Talaga di bagian Utara.
Secara umum kondisi geografis Kecamatan Ibu Selatan cukup potensial, di sebelah Barat diapit laut lepas yang langsung terhubung dengan Samudera Pasifik, sementara di sebelah Timurnya berdiri dengan kokoh sebuah gunung, salah satu gunung berapi yang masih aktif di wilayah Halmahera.
Kontur tanah di wilayah ini terbilang sangat subur. Tidak aneh bila mata pencaharian paling dominan di wilayah ini adalah petani kebun. “Rata-rata masyarakat sini bertani tanaman tahunan pak. Ada kelapa, pala, coklat, cengkeh, dan beberapa yang menanam jati. Hanya sedikit saja yang menjadi nelayan,” jelas James Mawea, Kepala Puskesmas Talaga yang seorang perawat.
Meski potensi bahari perikanan laut kurang tergali di wilayah Ibu Selatan, tetapi potensi bahari lainnya sudah terekspose sejak puluhan tahun lalu, Pelabuhan Laut Bataka. Pelabuhan ini melayani kebutuhan masyarakat sekitar yang dipasok dari pelabuhan di Manado dan Bitung.


Pelabuhan Laut Bataka di Wilayah Kecamatan Ibu Selatan; Dokumentasi Peneliti

Ada dua suku yang cukup dominan di wilayah Ibu Selatan, yaitu suku Wayoli dan Tabaru. Sementara suku-suku lain dari berbagai wilayah melengkapi keberagaman di wilayah ini. “Masyarakat sini cukup terbuka pak, mau menerima orang lain dengan ramah. Saya rasa tidak akan ada hambatan…,” jelas Kepala Puskesmas Talaga ketika kami menanyakan kemungkinan adanya hambatan budaya saat tim Nusantara Sehat ditempatkan di wilayah ini nantinya.
Dari delapan desa yang menjadi ampuan atau wilayah kerja Puskesmas Talaga, hanya dijumpai dua pemeluk agama saja, yaitu Nasrani dan Islam. Pemeluk agama Nasrani lebih dominan, lima dari delapan desa adalah pemeluk agama nasrani, sisanya baru pemeluk agama Islam. Kekhasannya adalah bahwa dalam satu desa seluruh pemeluk agamanya homogen, baik Nasrani maupun Islam.
Secara umum sulit dijumpai sinyal telepon seluler di wilayah ini. Diperlukan kesabaran tingkat tinggi untuk mencari sinyal Telkomsel di beberapa tempat yang terkadang muncul sinyal. Kalau mau aman bisa bergeser ke kecamatan sebelah, barang setengah jam perjalanan, untuk mendapat sinyal Telkomsel yang lebih stabil, satu-satunya operator yang bisa menjangkau wilayah tersebut. Tidak berbeda dengan sinyal telepon seluler, aliran listrik pun juga merupakan barang mewah di wilayah ini. Lampu baru bisa menyala pada pukul 19.00 WIT sampai dengan pukul 06.00 WIT pagi, itupun bila tidak sedang ngadat.
Puskesmas Talaga berdiri kokoh di depan sebuah lereng gunung yang membuatnya terlihat sebagai lanskap yang sangat eksotis. Dengan papan namanya yang mulai lapuk termakan usia, bendera merah putih berkibar dengan gagahnya di halaman depan Puskesmas. Di sekeliling Puskesmas hamparan rumput hijau tertata dengan sangat manis, menyejukkan setiap mata yang melihat.


Puskesmas Talaga di Kecamatan Ibu Selatan; Dokumentasi Peneliti

Pasien terlihat sepi, hanya beberapa petugas Puskesmas saja yang bergerombol di bangku depan Puskesmas. “Setiap hari rata-rata pasien yang berkunjung ada 10 pak…,” jelas James Mawea. Dengan sejumlah 8.880 peserta BPJS yang terdaftar di Puskesmas ini, saya jadi mengernyitkan kening mendengar jumlah masyarakat yang berkunjung. Semoga hanya karena masyarakat benar-benar sehat. Semoga.
Secara ketenagaan, ada delapan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mengabdi di Puskesmas Talaga, ditambah dengan dua tenaga Pegawai Tidak Tetap (PTT) Pusat, dan satu PTT Daerah. Total 11 petugas, plus 10 orang tenaga sukarelawan yang magang di Puskesmas Talaga.
Tidak ada fasilitas rawat inap di Puskesmas Talaga. Meski demikian, empat bidan yang ada melayani ibu hamil yang hendak melahirkan (partus) di empat tempat tidur yang tersedia di ruang partus, yang terkadang juga memerlukan menginap, meski hanya satu malam.
Di salah satu sudut ruang partus saya menemui sebuah alat sterilisasi yang masih sangat bagus, yang bahkan plastik pembungkusnya sebagian besar masih menempel. Menurut keterangan Sadik Umasangadji, Kabid Yankes yang menyertai perjalanan kami, “Itu alat drop-dropan dari pusat pak, datang beberapa waktu lalu… kan di sini tidak ada listrik yaa. Ada juga genset, tapi kan watt-nya tinggi kan… sekitar 1.500 watt, jadi ya genset tidak bisa. Listrik di sini pun (kalau malam), hanya 900 watt. Jadi yaa…”.


Alat Sterilisasi yang Masih Terbungkus Plastik; Dokumentasi Peneliti

Saat mengecek keberadaan kamar mandi atau toilet, terlihat cukup bagus, sudah berporselen. Hanya saja tidak ada air sama sekali. Menurut keterangan petugas Puskesmas sumber air diambilkan dari sumur di rumah dinas, hanya saja memerlukan pompa air untuk mengalirkan ke Puskesmas. Sementara saat ini pompa air sedang rusak.
Satu-satunya tenaga dokter yang ada di Puskesmas Talaga adalah tenaga PTT Daerah. Itupun ternyata harus berbagi dengan Puskesmas Baru. Menurut keterangan Kepala Dinas Kabupaten Halmahera Barat hal tersebut memang terpaksa harus dilakukan, karena keterbatasan jumlah tenaga dokter. “Tidak ada dokter di Puskesmas Talaga pak. Kami hanya menempatkan dokter dari wilayah Puskesmas lain di sekitarnya untuk secara bergiliran melayani di Puskesmas Talaga. Jadi bergantian saja…,” jelas Dra. Atty Tutupoho, Apt., M.Kes.

Kondisi Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Halmahera Selatan

Dalam sebuah diskusi dengan Kepala Dinas Kesehatan dan Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Halmahera Barat di Jailolo, Sadik Umasangadji, Kabid Yankes menjelaskan bahwa, “Dari 12 Puskesmas yang ada di wilayah Halmahera Barat kesemuanya bisa ditempuh melalui jalur darat, kecuali Puskesmas Kedi. Itu kalau ke sana harus jalur laut… ke wilayah-wilayah kerjanya juga semua jalur laut. Petugas kesehatan yang ditempatkan disana harus bisa berenang…”.
Lebih lanjut Kepala Bidang Yankes yang akrab dipanggil “Om Deki” ini menjelaskan bahwa tidak bisanya Puskesmas Kedi ditempuh dengan jalur darat ini bukan berarti bahwa Puskesmas tersebut berada pada daratan atau pulau yang berbeda. Puskesmas Kedi masih berada di Pulau Halmahera, hanya saja tidak ada jalur transportasi darat yang menghubungkan wilayah tersebut dengan wilayah lain di Halmahera Barat.
Pada kesempatan yang sama Dra. Atty Tutupoho, Apt., M.Kes, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Halmahera Barat, menjelaskan bahwa dari 12 Puskesmas yang ada kesemuanya masuk dalam kategori terpencil, kecuali Puskesmas Kedi yang masuk kategori sangat terpencil. Hal ini sesuai dengan Keputusan Bupati Halmahera Barat Nomor 133.A/KPTS/V/2016 tentang Penetapan Sarana Pelayanan Kesehatan yang Termasuk dalam Kriteria Terpencil dan Sangat Terpencil di Kabupaten Halmahera Barat.
Menutup diskusi kami, Kepala Dinas menitipkan pesan permohonan pada Kementerian Kesehatan agar Kabupaten Halmahera Barat diberi tambahan lagi dua tim Nusantara Sehat untuk Puskesmas yang berbeda. “Masih ada dua sampai tiga Puskesmas lagi yang sangat membutuhkan bantuan tenaga di wilayah Halmahera Barat ini, termasuk Puskesmas Kedi tadi. Saya sangat berharap ada bantuan lebih dari Kementerian Kesehatan…”
Baiklah, mari tetap bersemangat. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk menghadirkan negara dalam pelayanan kesehatan di setiap sudut republik ini. (adl)